laporan praktikum FARFIS II "Sedimentasi Partikel Suspensi"
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sedimentasi merupakan salah satu cara pemisahan antara
komponen ataupartikel berdasarkan perbedaan densitasnya melalui medium alir.
Oleh karena itu, biasanya pemisahan tersebut berlangsung lama, terutama jika perbedaan
densitas antar komponen tersebut tidak berbeda jauh. Secara visual, sedimentasi
merupakan pemisahan suspensi menjadi dua fraksi yaitu fraksi supernatan (fraksi
yang jernih) dan fraksi padat pada konsentrasi yang lebih tinggi. Dalam
praktek, sedimentasi dapat dilakukan secara batch (terputus-putus untuk setiap
satuan volume atau berat bahan yang akan dipisahkan per satuan waktu) atau
secara kontinyu (terus menerus).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung
bahan obat padat dalambentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan
pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan
bila digojok perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat
ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan
suspensi harus menjamin sediaan mudah digojok dan dituang. Suspensi sering
disebut pula mikstur gojog. Bila obat dalam suhu kamar tidak larut dalam pelarut
yang tersedia maka harus dibuat mikstur gojog atau disuspensi.
Suspensi yang baik dibuat dengan menggabungkan sistem flokulasi
dan deflokulasi parsial, dan mencegah terjadinya cake, kemudian dapat
ditambahkan zat pensuspensi untuk menjaga agar flok-flok itu tetap tersuspensi.
Bertambahnya viskositas karena zat pensuspensi juga akan memperlambat pertumbuhan
kristal karena lambatnya kecepatan difusi. Sebagian besar zat pensuspensi
berupa koloid hidrofilik yang mempunyai muatan negatif yang diendapkan oleh zat
pemflokulasi. Zat pemflokulasi dapat berupa elektrolit anorganik, surfaktan
ionik, dan polimer hidrofilik.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini adalah :
1.
Bagaimana cara
memahami dan mengamati faktor-faktor dan parameter-parameter yang mempengaruhi
stabilitas suatu suspensi ?
2.
Bagaimana cara
memahami pengaruh penambahan suspending agent pada sediaan suspensi ?
3.
Bagaimana cara
memahami perbedaan antara sistem suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi ?
C.
Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1.
Untuk memahami
dan mengamati faktor-faktor dan parameter-parameter yang mempengaruhi
stabilitas suatu suspensi.
2.
Untuk memahami
pengaruh penambahan suspending agent pada sediaan suspensi.
3.
Untuk memahami
perbedaan antara sistem suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi.
D.
Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini adalah :
1.
Mahasiswa dapat memahami
dan mengamati faktor-faktor dan parameter-parameter yang mempengaruhi
stabilitas suatu suspensi.
2.
Mahasiswa dapat memahami
pengaruh penambahan suspending agent pada sediaan suspensi.
3.
Mahasiswa dapat perbedaan
antara sistem suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi.
E.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suspensi
adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus
yang terdispersi ke dalam fase cair. Suspensi terbagi menjadi 6 bagian yaitu
suspensi oral, suspensi topikal, suspensi tetes telinga, suspensi oftalmik,
suspensi untuk injeksi, dan suspensi untuk injeksi terkonstitusi. Suspensi oral
adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang
terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang ditujukan
untuk penggunaan oral. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung
partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang
ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair
yang mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada
telinga bagian luar. Suspensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang
mengandung partikel-partikel sangat luas yang terdispersi dalam cairan pembawa
untuk pemakaian pada mata. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril
berupa suspensi serbuk dalam medium cair steril berupa suspensi serbuk dalam
medium cair yang sesuai dan tidak menyumbat jarum suntiknya. Suspensi untuk
injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang
sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi
steril (Syamsuni, 2006).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat
padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat
yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahanendapan
harus segeraterdispersi kembali, dapat mengandung zattambahan untuk menjamin
stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan
dituang (Anjani, dkk., 2011).
Suspensi
adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi
dalam cairan pembawa dan merupakan sistem
heterogen yang terdiri dari dua fase. Fase kontinu atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semipadat, dan
fase terdispers atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada
dasarnya tidak larut, tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase kontinu
(Chasanah, 2010).
Suspensi
farmasi secara termodinamika tidak stabil. Sistem harus distabilkan dengan cara
menambahkan zat pensuspensi yang cocok. Sejumlah
tanaman karet telah digunakan sebagai pensuspensi dalam formulasi suspense. Ada
laporan tentang keberhasilan penggunaan karet Albizia zygia, Abelmoschus esculentus polong mengandung gum telah
ditemukan memiliki properti yang mengikat untuk persiapan tablet mucilago, Boswellia Serrata Roxb. (Senthil, dan Sripreethi, 2011).
Suspensi
meskipun harus mengalami disolusi namun masih lebih menguntungkan dari pada bentuk
sediaan padat dalam proses disintegrasi pada kehadiran dan obat siap untuk
larut dalam gastrointestinal. Karena suspensi ini secara luas digunakan untuk
rute oral Suspensi yang secara umumnya merupakan dispersi kasar yang tidak larut
pada partikel obat tersebar dalam media cair. Beberapa penulis juga merujuk
sebagai preparasi mengandung partikel obat halus yang dibagi (disebut sebagai
suspensi) terdistribusikan keseragaman keseluruh pembawa di mana obat
menunjukkan tingkat kelarutan minimum(Ahmed, dan Asgar, 2010).
Penggunaan suspensi parasetamol untuk anak-anak
dapat mengatasi tantangan ini dan yang berkaitan dengan penggunaan yang tidak
sesuai beberapa pelarut dalam preparasi eliksir yang dihasilkan pasien. Adansonia
gusi, seperti banyak gusi lainnya harus menyediakan fungsi pensuspensi untuk
bubuk parasetamoldan indiffusible solid dalam sebuah formulasi parasetamol
pediatrik (Ogaji, dkk., 2012).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
A.
Waktu dan Tempat
Percobaan
ini dilaksanakan pada Sabtu, 5 Desember 2015, pukul 08-00 WITA-selesai.
Bertempat di Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo,
Kendari.
B.
Alat dan Bahan
1.
Alat
Alat-alat
yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a)
Gelas kimia 250
ml
b)
Batang pengaduk
c)
Timbangan
analitik
d)
Stopwatch
e)
Penggaris
f)
Lumpang dan alu
g)
Sendok tanduk
2.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini
adalah :
a)
Propilen glikol
20%
b)
Paracetamol
c)
Akuades
d)
Na. CMC
C.
Prosedur Kerja
1.
Pembuatan suspensi 1%
1)
Disiapkan alat dan bahan
2)
Ditimbang 1 gr Na CMC
3)
Dipanaskan 100 mL akuades di atas hot plate,
ditunggu sampai mendidih.
4)
Dimasukkan 1 gr Na CMC pada air mendidih dan
diaduk sampai terdispersi merata
5)
Didapatkan Na CMC 1%
2. Pembuatan suspensi 2%
1)
Disiapkan alat dan bahan
2)
Ditimbang 2 gr Na CMC
3)
Dipanaskan 100 ml akuades di atas hot plate,
ditunggu sampai mendidih.
4)
Dimasukkan 2 gr Na CMC pada air mendidih dan
diaduk sampai terdispersi merata
5)
Didapatkan Na CMC 2%
3. Uji stabilitas suspensi
a)
Gelas kimia 1
1)
Disiapkan alat dan bahan.
2)
Ditimbang 3 gr parasetamol
3)
Dimasukkan Na CMC 1%sebanyak 50 ml pada lumpang
dan alu.
4)
Dimasukkan 3 gr parasetamol pada lumpang dan
digerus hingga homogen.
5)
Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan
dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.
6)
Diaduk hingga homogen.
7)
Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan
diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.
8)
Dimasukkan hasil pengamatan pada tabel
pengamatan.
b) Gelas kimia 2
1)
Disiapkan alat dan bahan.
2)
Dimasukkan Na CMC 1%sebanyak 50 ml pada lumpang
dan alu.
3)
Ditimbang 3 gr parasetamol
4)
Dimasukkan 3 gr parasetamol pada lumpang dan
digerus hingga homogen dan ditambahkan propilenglikol.
5)
Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan
dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.
6)
Diaduk hingga homogen.
7)
Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan
diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.
8)
Dimasukkan hasil pengamatan pada tabel
pengamatan.
c)
Gelas kimia 3
1)
Disiapkan alat dan bahan.
2)
Ditimbang 3 gr parasetamol
3)
Dimasukkan Na CMC 2% sebanyak 50 ml pada lumpang
dan alu.
4)
Dimasukkan 3 gr parasetamol pada lumpang dan
digerus hingga homogen.
5)
Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan
dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.
6)
Diaduk hingga homogen.
7)
Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan
diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.
8)
Dimasukkan hasil pengamatan pada tabel
pengamatan.
d) Gelas kimia 4
1)
Disiapkan alat dan bahan.
2)
Dimasukkan Na CMC 2%sebanyak 50 ml pada lumpang
dan alu.
3)
Ditimbang 3 gr parasetamol
4)
Dimasukkan 3 gr parasetamol pada lumpang dan
digerus hingga homogen dan ditambahkan propilenglikol.
5)
Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan
dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.
6)
Diaduk hingga homogen.
7)
Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan
diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.
8)
Dimasukkan hasil pengamatan pada tabel
pengamatan.
e) Gelas kimia 5
1)
Disiapkan alat dan bahan.
2)
Ditimbang 3 gr parasetamol
3)
Dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan
dengan akuades hingga 250 ml.
4)
Diaduk hingga homogen dan didiamkan selama 15,
30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.
5)
Dimasukkan hasil pengamatan pada tabel
pengamatan.
B. Pembahasan
Suspensi
secara umum dapat didefinisikan sebagai sediaan yang mengandung obat padat
dalam bentuk halus dan tidak larut terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi
harus halus dan tidak boleh cepat mengendap dan bila digojok
perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali.
Berdasarkan proses terjadinya
sedimentasi, sistem pembentukan suspensi terbagi atas flokulasi dan
deflokulasi. Dalam flokulasi dan deflokulasi, peristiwa memisahnya
(mengendapnya fase terdisper) antara fase terdisper dan fase pendisper terjadi
dalam rentang waktu yang berbeda. Dimana pada flokulasi terpisahnya dua fase
tersebut lebih cepat dibandingkan dengan deflokulasi. Namun, endapan dari
flokulasi dapat didispersikan kembali sedangkan endapan deflokulasi tidak
karena telah terbentuk sedimen seperti cake yang keras atau biasa disebut
caking, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel pada suspensi yang
terdeflokulasi sangat kecil, hingga membentuk ikatan antar partikel yang erat
dan padat.
Salah satu masalah yang dihadapi
dalam proses pembuatan suspensi adalah cara untuk memperlambat penimbunan
partikel serta menjaga homogenitas dari partikel ini merupakan salah satu cara
untuk menjaga stabilitas suspensi. Apabila suatu sediaan suspensi mengalami
ketidakstabilan dapat menyebabkan pembentukan caking. Jika terbentuk caking
akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya turun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
stabilitas suspensi yaitu Kekentalan
(viskositas), ukuran partikel, volume sedimentasi, pH, redispersibilitas,
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pola kecepatan aliran dari suatu cairan
tersebut. Makin kental kecepatan alirannya makin turun kecepatan aliran dari
cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya partikel yang terdapat
didalamnya dengan menambah viskositas cairan. Gerakan turun dari partikel yang
dikandungnya akan diperlambat. Viskositas suspensi menurut SNI adalah 37cp-396cp. Ukuran
partikel, semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalam
volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan
keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap,
sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil
ukuran partikel. Kekentalan (viskositas), dengan menambah viscositas cairan maka
gerakan turun dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tatapi perlu
diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah
dikocok dan dituang. Jumlah partikel (konsentrasi), makin besar konsentrasi
pertikel, makin besar kemungkinan terjadi endapan partikel dalam waktu yang
singkat. Sifat/muatan partikel, dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri
dari babarapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan
demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang
menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan
tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya.
Pengecilan
ukuran partikel berguna untuk kestabian supensi karena laju endap dari partikel
padat berkurang kalu ukuran partikel dikurangi. Pengurangan kuran partikel
menghasilkan laju pengendapan yang lambat dan lebih beragam. Endapan yang
terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedangkan
agar menghasilkan suatu sistem homogen maka penguurn volume endapan dan mudah
mendispersi membentuk dua prosedur evaluasi dasar yang paling umum.
pH merupakan suatu penentu utama
adalam kestabilan suatu obat yang cenderung penguraian hidrolitik. Untuk
kembanyakan obat pH kestabilan optimum adalah pada situasi asam antara pH 5-6.
Oleh karena itu, melalui penggunakan zat pendapar yang tepat kestabilan senyawa
yang tidak stabil dapat ditinggikan. pH standar suspensi antara 5-7. Kemampuan
suspensi untuk menjaga agar dosis obat terdispersi secara merata diukur
berdasarkan kemampuannya untuk mendispersikan kembali suatu suspensi yang
mengendap. Endapan yang terbentuk selama penyimpanan harus mudah didispersikan
kembali bila wadahnya digojok, membentuk suspensi yang homogen. Oleh karena itu
pemeriksaan kemampuan redispersi sangat penting dalam evaluasi stabilitas fisik
suspensi. Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara menggojok sediaannya dalam wadahnya secara
konstan dengan menggunakan penggojok mekanik. Kemempuan redispersi baik bila
suspensi telah terdispersi sempurna dengan tangan maksimum 15 kali pengocokan.
Bahan pensuspensi (suspending agent) merupakan bahan yang
dapat meningkatkan viskositas dari suspensi sehingga pengendapan dapat
diperlambat. Suspending agent berfungsi mendispersikan partikel tidak larut
kedalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan pengendapan bisa
diperkecil. Mekanisme kerja suspending agent adalah untuk memperbesar
kekentalan (viskositas), tatapi kekentalan yang berlebihan akan mempersulit
rekonstitusi dengan pengocokan. Bahan
pensuspensi dapat dikelompokkan menjadi Polisakarida (Acacia/Gom, Tragacant, Na
Alginat, Starch, Xanthan Gum, Povidon), Cellulose larut dalam air
(Methylsellulose, Hidroksietilcellulose, Natrium carboksimethyl sellulose), dan
Tanah Liat/Clay (Bentonit dan Veegum). Dari bahan-bahan tersebut, Na. CMC
merupakan suspending agent yang paling banyak digunakan. Hal ini karena hasil yang
diperoleh jika menggunakan CMC tidak mudah mengendap dan dapat terdispersi
kembali dengan penggojokan ringan. Tetapi perlu diingat bahwa penambahan suspending
agent tidak perlu terlalu banyak, karena bila demikian maka suspensi akan
menjadi terlalu kental dan sulit untuk dituang.
Dalam sedimentasi, untuk mengetahui kecepatan
pengendapan dari partikel bahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari
hukum Stokes, dapat
diperkirakan dengan pendekatan matematis, tergantung dari kondisi partikel
tersebut. Kondisi gerakan partikel ada dua, yaitu gerak jatuh bebas (free settling) dan hindered settling. Hindered
settling merupakan gerak partikel padat pada konsentrasi yang tinggi,
sehingga antar partikel yang satu dengan yang lain sangat rapat dan saling
bertumbukan. Untuk menentukan kecepatan jatuhnya partikel tidak dapat
menggunakan hukum Stokes karena hasil yang diperoleh nantinya akan lebih besar
daripada hasil pengamatan yang sesungguhnya.
Hukum
Stokes digunakan untuk menentukan kecepatan sedimentasi pada partikel jatuh
bebas dalam memperkirakan kecepatan jatuh partikel padat yang tidak porous dan non compresible dan melalui media yang
juga non compresibble dalam aliran
yang laminair. Sedangkan pada daerah yang turbulen, kecepatan jatuh atau
naiknya partikel padat berbanding langsung dengan akar dari diameternya. Pada
proses sedimentasi terjadi gerakan browning
yang merupakan gerak partikel yang lurus dan terputus-putus, yang terjadi
adanya tumbukan antar partikel dalam medium alir.
Dalam
proses sedimentasi (pengendapan) terdapat tiga gaya yang dapat mempengaruhi
gerak jatuhnya partikel bahan, yaitu gaya gravitasi, gaya apung dan gaya gesek.
Gaya gravitasi menyebabkan suspensi jatuh bebas, dimana semakin besar gaya
tersebut, maka pengendapan partikel bahan semakin cepat. Untuk gaya apung
berhubungan dengan berat bahan, dimana semakin ringan partikel bahan, maka gaya
apungnya semakin besar dan pengendapannya semakin lama. Sedangkan pada gaya
gesek partikel, partikel yang mempunyai bentuk yang kasar akan semakin
memperbesar nilai hambatan partikel untuk mengendap. Ketiga gaya tersebut,
selain mempengaruhi kecepatan pengendapn juga dapat mempengaruhi gerak dari
aliran medium alir yang digunakan dalam proses sedimentasi. Gerak aliran
terdiri dari dua macam, yaitu gerak laminair dan gerak turbulen. Aliran
laminair adalah aliran yang terjadi jika unsur-unsur zat cair yang terpisah
bergerak dalam aliran atau alur yang lurus dan beraturan, sedangkan aliran
turbulen merupakan aliran yang terjadi karena gerakan yang berputar dan tidak
beraturan.
Bedasarkan hasil
pengamatan didapatkan bahwa, volume sedimentasi terbesar yaitu pada tabung
pertama. Hal ini dikarenakan pada tabung pertama adalah paracetamol yang
dilarutkan dalam air saja dan tidak menggunakan suspending agent. Sehingga,
tidak ada suspending agent yang berperan untuk menjaga partikel suspensi agar
tidak membentuk cake. Dan volume sedimentasi terkecil adalah tabung lima. Hal
ini dikarenakan pada tabung lima di tambahkan zat pembasah berupa
propilenglikol yang berfungsi untuk penurunan tegangan antar muka sehingga
menurunkan sudut kontak. Bila F = 1 dinyatakan sebagai “floculation
equilibrium”, merupakan sediaan yang baik karena tidak
adanyasupernatanjernih pada pendiaman, demikian bila F mendekati 1. Bila F >
1 terjadi “floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir
lebihbesar dari volume awal, maka perlu ditambahkan zat tambahan. Dalam
formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang horizontal
atau sedikit curam. Dan derajat flokulasi dari hasil pengamatan didapatkan
bahwa tabung yang tidak diberikan propilen glikol memiliki derajat flokulasi
yang lebih besar dibandingkan dengan tabung yang diberikan propilen glikol.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, A., dan Ali, A., 2010, Formulation and In Vitro Evaluation of Readyuse
Suspension of Ampiill In Trihydrate, International
Journal of Applied Pharmaceutics Vol 2,
Issue 3.
Anjani, M.R., Kusumowati, I.T.D.,
Indrayudha, P., dan Sukmawati, A., 2011, Formulasi Suspensi Siprofloksasin
dengan Suspending Agent Pulvis Gummi
Arabici dan Daya Antibakterinya, Jurnal
Farmasi Indonesia Vol. 12 (1), ISSN 1411-4283.
Chasanah, N.,
2010, Formulasi Suspensi Doksisiklin Menggunakan Suspending Agent Pulvis
Gummi Arabici: Uji Stabilitas Fisik dan Daya Antibakteri, Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Ogaji, J.I., Omachi, J.A., dan Iranloye, T.A., 2012, Effect of Adansonia digitata Gum on
Some Physicochemical Properties of Paracetamol Pediatric Suspension
Formulations, International Journal of
Research in Pharmacy and Science, ISSN: 2249–3522.
Senthil,
D., dan Sripreethi, D., 2011, Formulation and Evaluation of Paracetamol
Suspension from Trigonella Foenum Graecum Mucilage, Journal of Advanced Pharmacy Education & Research 1(5), ISSN 2249-3379.
Syamsuni, 2006, Ilmu Resep, EGC,
Jakarta.
Comments
Post a Comment