Makalah Sediaan Steril "Salep Mata"
TUGAS KELOMPOK
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
“ SALEP MATA”
OLEH :
RISNAWATI N (O1A114043)
RYAN PRASETYA
P.L (O1A114044)
SALMI (O1A114045)
SITTI DEWI NURYEMI
(O1A114046)
SITI HAJAR (O1A114047)
SITI MARDIANI (O1A114048)
SITI SYARIFA (O1A114049)
SITTI YUNIATI S.B (O1A114050)
SIWI MASIGI (O1A114051)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mata adalah organ manusia yang berfungsi sebagai alat indra penglihatan.
Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas – berkas cahaya pada retina,
lantas dengan perantaran serabut – serabut nervus optikus, mengalihkan
rangsangan ini ke pusat pengliahatan pada otak untuk ditafsirkan.Selain itu
mata juga sangat sensitive terhadap rangsangan terutama rangsangan – ransangan
nyeri.mata juga rentan terhadap infeksi bakteri atau virus atau juga sering
mengalami trauma karena benda – benda asing yang berupa butiran – butiran kecil
seperti debu dan asap. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan menjelaskan
berbagai cara dan prosuder pemberian obat mata yang benar baik berupa salep
serta cara untuk melakukan irigasi pada mata yang mengalami infeksi atau
iritasi
Sediaan setengah padat merupakan sediaan yang berbentuk massa yang lunak,
ditujukan untuk pemakaian topikal, dimana sediaan ini mampu melekat pada
permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan itu
tercuci atau dihilangkan.Hal ini disebabkan karena sifat rheology plastis yang
dimiliknya sehingga memungkinkan sediaan ini bentuknya akan tetap melekat
sebagai lapisan tipis.Macam-macam dari sediaan setengah padat ini dapat
dibedakan berdasarkan konsistensinya yaitu : salep (unguenta), pasta, krim
(cream), cerata, jelly (Gelones).
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit ataupun selaput lendir,
dimana bahan obat harus larut atau terdispersihomogen dalam dasar salep yang
cocok. Sediaan salep mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada
suhu kamar tetapi mudah dioleskan.Macam-macam dari sediaan salep ini dapat
dibedakan berdasarkan sifat farmakologi dan penetrasinya, yaitu : salep
epidermis, salep endodermis, dan salep diadermis. Sedangkan berdasarkan salep
yang di gunakan, dibedakan menjadi salep hidrofobik dan salep hidrofilik.Salep
dengan berbagai jenis sering digunakan dalam menangani penyakit inflamasi
kelopak mata, konjutiva, dan kornea.Paling sering diresepkan adalah antibiotic,
bahkan anti inflamasi, dan berbagai kombinasi keduanya.
2.9 Rumusan masalah
1. Apa itu obat salep mata ?
3
Apa komposisi sediaan dan
bahan-bahan yang digunakan?
4
Apa saja keuntungan dan
kerugian dari obat salep mata ?
5
Bagaimana syarat salep mata?
6
Bagaimana metode pembuatan
sediaan?
7
Bagaimana pewadahan dan sterilisasi
sediaan?
8
bagaimana evaluasi yang
dilakukan pada pembuatan obat salep mata ?
9
bagaimana cara penggunaan
salep mata ?
1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sediaan salep mata dan
persyaratan-persyaratan untuk obat tetes mata serta untuk memenuhi tugas mata
kuliah Teknologi dan Formulasi Sediaan Steril.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Defenisi
Salep Mata
Obat
biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada pengobatan bagian
permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena kapasitas mata untuk menahan
atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata diberikan
dalam volume kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes
dan salep dengan mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata (Ansel, 2008).
Salep adalah
sediaan setengah padat
yang mudah dioleskan
dan digunakan sebagai
obat luar. Bahan
obatnya harus larut
atau terdispersi homogen
dalam dasar salep yang cocok (Anief, 2000).
Menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) yang dimaksud dengan salep mata adalah
salep yang digunakan pada mata, sedangkan menurut BP 1993, salep mata adalah
sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan ditujukan untuk
pengobatan konjungtiva.
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata
menggunakan dasar salep yang cocok. memberikan arti lain dimana obat dapat
mempertahankan kontak dengan mata dan jaringan disekelilingnya tanpa tercuci
oleh cairan air mata. Salep mata memberikan keuntungan waktu kontak yang lebih
lama dan bioavailabilitas obat yang lebih besar dengan onset dan waktu puncak
absorbsi yang lebih lama. Dari tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata,
kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea dan iris. Salep mata
adalah salep yang digunakan pada
mata. Pada pembuatan
salep mata harus
diberikan perhatian khusus.
Sediaan dibuat dari
bahan yang sudah
disterilkan dengan perlakuan
aseptik yang ketat
serta memenuhi syarat uji
sterilitas (Anonim, 1995).
2.2
Komposisi
Sediaan Salep Mata
Komposisi
sediaan salep mata terdiri dari zat aktif, basis salep dan dan bahan tambahan.
1) Zat
aktif
Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik,
dapat mengandung satu atau lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba (antibakteri dan antivirus),
antiinflamasi nonsteroid dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi
dalam basis yang sesuai (Voight, 1994).
2) Basis
Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin, dan parafin
liquidum.
Dasar salep harus mempunyai titik lebur/titik leleh
mendekati suhu tubuh (Ansel, 2008). Vaselin merupakan dasar salep mata
yang banyak digunakan. Beberapa bahan dasar salep yang dapat menyerap, bahan
dasar yang mudah dicuci dengan air dan bahan dasar larut dalam air dapat
digunakan untuk obat yang larut dalam air. Bahan dasar salep seperti ini
memungkinkan dispersi obat larut air yang lebih baik, tetapi tidak boleh
menyebabkan iritasi pada mata (Depkes RI, 1995).
Karakteristik basis salep yang baik
1. Stabil,
selama masih dipakai dalam masa pengobatan. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.
2. Lunak,
yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan
ekskoriasi.
3. Mudah
dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang palintg mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
4. Dasar
salep yang cocok adalah dasar salep yang kompatibel secara fisika dan kimia
dengan obat yang dikandungnya.
5. erdistribusi
secara merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau
cair pada pengobatan.
3)
bahan
tambahan
bahan
tambahan
yang cocok seperti anti oksidan, Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau
Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan
asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin. Degradasi
oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan
pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah
plastik yang permeabel terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif selama
penyimpanan (Codex, 161-165; RPS, 1590). zat penstabil, dan pengawet seperti Senyawa
amonium kuartener : Benzalkonium klorida, Senyawa merkur nitrat : fenil merkuri
nitrat, thiomersal.
Adapun sedian salep mata yang
ideal adalah :
a. Sediaan yang
sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang diinginkan dan sediaan ini
dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.
b. Salep mata yang
menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan memberikan keuntungan
karena akan menurunkan kemungkinan interferensi dengan metode analitik dan
menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif (Lachman, 1994)
c. Tidak boleh
mengandung bagian-bagian kasar.
d. Dasar salep
tidak boleh merangsang mata dan harus memberi kemungkinan obat tersebar dengan
perantaraan air mata.
e. Obat harus tetap
berkhasiat selama penyimpanan.
f. Salep mata harus
steril dan disimpan dalam tube yang steril (Anief, 2000)
2.3 kentungan dan kerugian
Keuntungan utama suatu salep mata
dibandingkan larutan untuk mata adalah waktu kontak antara obat dengan mata
yang lebih lama. Sediaan mata umumnya dapat memberikan
bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air yang ekuivalen.
Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat
yang diabsorbsi lebih tinggi. Satu kekurangan bagi pengguna salep mata adalah kaburnya pandangan yang
terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui lensa mata (Ansel,
2008).
2.4
Syarat-syarat salep mata
Syarat salep mata adalah sebagai
berikut
1. Salep mata dibuat dari bahan yang
disterilkan dibawah kondisi yang benar-benar aseptik dan memenuhi persyaratan
dari tes sterilisasi resmi.
2. Sterilisasi terminal dari salep
akhir dalam tube disempurnakan dengan menggunakan dosis yang sesuai dengan
radiasi gamma.
3. Salep mata harus mengandung bahan
yang sesuai atau campuran bahan untuk mencegah pertumbuhan atau menghancurkan
mikroorganisme yang berbahaya ketika wadah terbuka selama penggunaan. Bahan
antimikroba yang biasa digunakan adalah klorbutanol, paraben atau merkuri
organik.
4. Salep akhir harus bebas dari
partikel besar.
5. Basis yang digunakan tidak
mengiritasi mata, membiarkan difusi obat melalui pencucian sekresi mata dan
mempertahankan aktivitas obat pada jangka waktu tertentu pada kondisi
penyimpanan yang sesuai. Vaselin merupakan dasar salep mata yang banyak
digunakan. Beberapa bahan dasar salep yang dapat menyerap, bahan dasar yang
mudah dicuci dengan air dan bahan dasar larut dalam air dapat digunakan untuk
obat yang larut dalam air. Bahan dasar salep seperti ini memungkinkan dispersi
obat larut air yang lebih baik tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada
mata.
6. Sterilitas merupakan syarat yang
paling penting, tidak layak membuat sediaan larutan mata yang mengandung banyak
mikroorganisme yang paling berbahaya adalah Pseudomonas aeruginosa. Infeksi
mata dari organisme ini dapat menyebabkan kebutaan, bahaya yang paling utama
adalah memasukkan produk nonsteril kemata saat kornea digososk. Bahan partikulat
yang dapat mengiritasi mata menghasilkan ketidaknyamanan pada pasien. Jika
suatu anggapan batasan mekanisme pertahanan mata menjelaskan dengan sendirinya
bahwa sediaan mata harus steril. Air mata tidak seperti darah tidak mengandung
antibodi atau mekanisme untuk memproduksinya. Mekanisme utama untuk pertahanan
melawan infeksi mata adalah aksi sederhana pencucian dengan air mata dan suatu
enzim yang ditemukan dalam air mata (lizosim) yang mempunyai kemampuan
menghidrolisa selubung polisakarida dari beberapa mikroorganisme, satu dari
mikroorganisme yang tidak dipengaruhi oleh lizosim yakni yang paling mampu
menyebabkan kerusakan mata yaitu Pseudomonas aeruginosa (Bacilllus pyocyamis).
Infeksi serius yang disebabkan mikroorganisme ini ditunjukka dengan suatu pengujian
literatur klinis yang penuh dengan istilah-istilah seperti enukleasi mata dan
transplantasi kornea. Penting untuk dicatat bahwa ini bukan mikroorganisme yang
jarang, namun juga ditemukan disaluran intestinal, dikulit normal manusia dan
dapat menjadi kontaminan yang ada diudara.
Faktor
penting dalam Salep
1. Kejernihan
Larutan mata adalah dengan definisi
bebas dari partikel asing dan jernih secara normal diperoleh dengan filtrasi.
Tentunya, pentingnya peralatan filtrasi agar jernih dan tercuci baik sehingga
bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan desain
peralatan untuk menghilangkannya. Pengerjaan penampilan untuk larutan dalam
lingkungan yang bersih, penggunaan LAF dan harus tidak tertumpah memberikan
kebersihan untuk penyiapan larutan jernih bebas dari partikel asing. Dalam
beberapa permasalahan, kejernihan dan sterilisasi dilakukan dalam langkah
filtrasi yang sama. Ini penting untuk menyadari bahwa larutan jernih sama
fungsinya untuk pembersihan wadah dan tutup. Keduanya, wadah dan tutup harus
bersih, steril dan tak tertumpahkan. Wadah atau tutup tidak membawa partikel
dalam larutan selama kontak lama dalam penyimpanan. Normalnya dilakukan tes
sterilisasi.
2. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan
seperti produk mata tergantung sifat kimia bahan obat, pH produk, metode
penyiapan (khususnya penggunaan suhu), zat tambahan larutan dan tipe
pengemasan.
Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin aktif dan cocok pada
mata pada pH 6,8. Namun demikian pH stabilitas kimia (atau ketidakstabilan)
dapat diukur dalam beberapa hari atau bulan. Dengan obat ini, bahan kehilangan
stabilitas kimia kurang dari 1 tahun. Sebaliknya pada pH 5 kedua obat stabil
dalam beberapa tahun.
3. Buffer dan pH
Idealnya, sediaan mata sebaiknya
diformulasi pada pH yang ekuivalen dengan cairan air mata yaitu 7,4. dan
prkteknya jarang dicapai. Mayoritas bahan aktif dalam optalmology adalah garam
basa lemah dan paling stabil pada pH asam. Ini umumnya dapat dibuat dalam
suspensi kortikosteroid tidak larut. Suspensi biasanya paling stabil pada pH
asam. pH optimum umumnya menginginkan kompromi pada formulator. pH diseleksi
jadi optimum untuk stabil. Sistem dapar diseleksi agar mempunyai kapasitas
adekuat untuk memperoleh pH dengan range stabilitas untuk durasi umur produk.
Kapasitas buffer adalah kunci utama situasi ini.
4. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik
yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan berair. Larutan mata adalah
isotonik dengan larutan lain ketikamagnitude sifat koligatif larutan adfalah
sama. Larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9
% larutan NaCl.
Sebenarnya mata lebih toleran
terhadap variasi tonisitas dari suatu waktu yang diusulkan. Mata biasanya dapat
mentoleransi larutan sama untuk range 0,5 % – 1,8 % NaCl intraokuler. Namun
demikian ini tidak dibutuhkan ketika stabilitas produk dipertimbangkan.
5. Viskosits
USP mengizinkan penggunaan peningkat
viskositas untuk memperpanjang waktu kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat
dan aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metil selulose, polivinil alkohol dan
hidroksil metil selulose ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan
viskositas.
Investigator telah mempelajari efek
peningkatan viskositas pada waktu kontak dalam mata. Umumnya viskositas
meningkat dari 25 – 50 cps range signifikan meningkatkan lama kontak dalam
mata.
6. Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam
larutan mata dibolehkan, namun pemilihannya dalam jumlah tertentu. Antioksidan,
khususnya natrium bisulfit atau metasulfit. Antioksidan lain seperti asam
askobat atau asetilsistein dapat digunakan.
Penggunaan surfaktan dalam sediaan
mata dibatasi hal yang sama. Surfaktan nonionik, keluar toksis kecil seperti
bahan campuran digunakan dalam konsentrasi rendah khususnya suspensi steroid
dan berhubungan dengan kejernihan larutan. Surfaktan jarang digunakan sebagai
kosolven untuk meningkatkan kelarutan.
Penggunaan surfaktan, khususnya
beberapa konsentrasi signifikan, sebaiknya dengan karakteristik bahan-bahan.
Surfaktan nonionik, khususnya dapat bereaksi dengan adsorpsi dengan komponen
pengawet antimikroba dan inaktif sistem pengawet.
2.5 metode pembuatan
a.
Semua alat yang akan digunakan disterilisasi terlebih
dahulu
b.
Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan bobot penimbangannya,
c.
Basis
salep diletakkan
pada cawan porselen yang telah dilapisi kasa steril,
d.
Basis salep kemudian dilebur dalam oven pada suhu 60oC
selama 60 menit,
e.
Lelehan basis salep diaduk perlahan
hingga semua basis meleleh sempurna dan tercampur dengan homogen,
f.
Disiapkan zat aktif
g.
Sedikit demi sedikit basis dimasukkan kedalam mortir yang telah berisikan zat aktif kemudian diaduk hingga homogen.
h.
Campuran bahan ditimbang, lalu dimasukkan kedalam tube yang telah disiapkan.
i.
Tube yang telah berisikan salep kemudian diberikan
etiket, lalu dimasukkan kedalam kemasan
2.6 pewadahan
sediaan dan cara sterilisasi sediaan
Wadah
untuk salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan.
Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas
pada pemakaian pertama (Depkes RI, 1995).

Gambar tube salep
Wadah salep mata kebanyakan menggunakan tube dengan kapasitas 3,5
g. tube dengan rendahnya luas permukaan jalan keluarnya menjamin penekanan
kontaminasi selama pemakaianya sampai tingkat yang minimum. Secara bersamaan
juga memberikan perlindungan tehadap cahaya yang baik. Pada tube yang terbuat
dari seng, sering terjadi beberapa peristiwa tak tersatukan. Sebagai contoh
dari peristiwa tak tersatukan telah dibuktikan oleh garam perak dan garam air
raksa, lidocain (korosi) dan sediaan skopolamoin yang mengandung air (warna
hitam). Oleh karena itu akan menguntungkan jika menggunakan tube yang sebagian
dalamnya dilapisi lak.
Cara
- Cara Sterilisasi Menurut Farmakope Indonesia edisi IV
1. Sterilisasi
Uap
Sterilisasi
uap adalah proses sterilisasi
thermal yang menggunakan uap jenuh dibawah tekanan selama 15 menit pada suhu
121˚C. Kecuali dinyatakan lain, berlangsung di suatu bejana yang disebut
otoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi paling banyak dilakukan.
Alat
yang di gunakan adalah autoklaf, yaitu suatu panci logam yang kuat dengan tutup yang berat, mempunyai lubang tempat
mengeluarkan uap air beserta krannya, termometer, pengatur tekanan udara, klep
pengaman.
Otoklaf
dipanaskan, ventilasi dibuka untuk membiarkan udara keluar. Pengusiran udara
pada otoklaf berdinding dua, uap air masuk dari bagian atas dan udara keluar
dari bagian bawah yang dapat ditunjukkan pada gelembung yang keluar dari ujung
pipa karet dalam air.
Setelah
udara bersih, bahan yang akan disterilkan dimasukkan sebelum air mendidih,
tutup otoklaf dan dikunci, ventilasi ditutup dan suhu serta tekanan akan naik
sesuai dengan yang dikehendaki. Atur klep pengaman supaya tekanan stabil.
Setelah
sterilisasi selesai, otoklaf dibiarkan dingin hingga tekanannya sama dengan
tekanan atmosfir. Cara sterilisasi ini lebih efektif dibanding dengan pemanasan
basah yang lain, karena suhunya lebih tinggi.
Bahan dan alat
yang dapat disterilkan adalah pembalut, kertas saring, alat gelas ( buret, labu
ukur ) dan banyak obat-obat tertentu.
2. Sterilisasi
Panas Kering
Sterilisasi
panas kering ini menggunakan suatu siklus oven modern yang dilengkapi udara
yang dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam
bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15˚C, jika alat sterilisasi
beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250⁰C.
a) Alat
Oven yaitu lemari pengering dengan
dinding ganda, dilengkapi dengan termometer dan lubang tempat keluar masuknya
udara, dipanaskan dari bawah dengan gas atau listrik.
b) Bahan/alat
yang dapat disterilkan dengan cara
kering
Alat-alat dari gelas
berupa (gelas kimia, gelas ukur, pipet ukur, erlemeyer, botol-botol, corong),
bahan obat yang tahan pemanasan tinggi (minyak lemak, vaselin).
3. Sterilisasi
gas
Bahan
aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas
inert, tetapi keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar,
bersifat mutagenik, kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan yang
disterilkan, terutama yang mengandung ion klorida. Pemilihan untuk menggunakan
sterilisasi gas ini sebagai alternatif dari sterilisasi termal, jika bahan yang
akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada sterilisasi uap atau
panas kering. Proses sterilisasinya berlangsung di dalam bejana bertekanan yang
didesain seperti pada otoklaf dengan modifikasi tertentu. Salah satu
keterbatasan utama dari proses sterilisasi dengan gas etilen oksida adalah
terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling
dalam dari produk yang disterilkan.
4. Sterilisasi
dengan radiasi ion
Ada
2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari
radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. Digunakan isotop radio
aktif, misalnya Cobalt 60. Pada kedua jenis ini, dosis yang menghasilkan
derajat jaminan sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa
hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang
disterilkan dapat diterima. Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5
megarad (Mrad) radiasi yang diserap, tetapi dalam beberapa hal, diinginkan dan
dapat diterima penggunaan dosis yang lebih rendah untuk peralatan, bahan obat
dan bentuk sediaan akhir. Cara ini dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak
tahan terhadap sterilisasi panas dan khawatir tentang keamanan etilen oksida.
Keunggulan sterilisasi ini adalah reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang
dapat diukur serta variabel yang dikendalikan lebih sedikit.
5. Sterilisasi
dengan penyaringan
Sterilisasi
larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya
dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu
matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak
permeable. Efektivitas penyaring media atau penyaring subtrat tergantung pada
ukuran pori matriks, daya adsorpsi bakteri dari matriks dan mekanisme
pengayakan. Penyaring yang melepas serat, terutama yang mengandung asbes harus
dihindari penggunaannya kecuali tidak ada penyaringan alternatif lain yang mungkin bisa digunakan. Ukuran
porositas minimal membran matriks tersebut berkisar 0,2 mm-0,45 mm tergantung
pada bakteri apa yang hendak disaring. Penyaring yang tersedia saat ini adalah
selulosa asetat, selulosa nitrat, flourokarbonat, polimer akrilik,
polikarbonat, poliester, polivinil klorida, vinil nilon, potef dan juga membran
logam. Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam
wadah steril, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptic.
Keuntungan
cara ini; digunakan untuk bahan obat yang tidak tahan pemanasan tetapi larut
dalam air, dapat dilakukan dengan cepat, terutama untuk pembuatan kecil-kecilan
dan semua mikroba hidup atau mati dapat disaring dari larutan, virus jumlahnya
dikurangi, serta penyaring dapat bersifat adsorpsi, sebagian besar virus dapat
diadsorpsi.
Kerugian
cara ini; masih diperlukan zat bakterisida, hanya dapat digunakan untuk pembawa
berair, tidak dapat digunakan untuk pembawa minyak, beberapa jenis penyaring
dapat mengadsorpsi bahan obat, terutama kalau kadarnya kecil, beberapa
penyaring sukar dicuci : porselin, Keiselguhr dan beberapa penyaring bersifat
alkalis (Seitz filter) dan penyaring dari asbes melepaskan asbes ke dalam
larutan, serta filtrat yang diperoleh belum bebas dari virus.
Cara-cara
menyaring, dimana ada 2 cara untuk menyaring , yaitu ;
a. Dengan
tekanan positip : larutan dalam penyaring ditekan dengan tekanan yang lebih
besar dari udara luar.
b. Dengan
tekanan negatip : larutan dalam penyaring diisap (penampung di vakumkan). Udara
yang dipakai untuk itu harus udara bersih, biasanya digunakan gas nitrogen (N2)
yang dialirkan melalui kapas berlemak dalam tabung gelas atau platina yang
dipanaskan.
Pembersihan
penyaring bakteri ;
a. Dengan
menyedot air bersih berlawanan dengan cara penyaringan atau larutan HCl panas
lalu dibilas.
b. Memasak
dalam larutan Na-karbonat 2 % lalu
dibilas (protein akan hancur , karena pH
8,5).
c. Penyaring
bakteri disterilkan dengan cara pemanasan kering, pemijaran, otoklaf atau
secara kimiawi.
6. Sterilisasi
dengan cara aseptic
Proses
ini untuk mencegah masuknya mikroba hidup ke dalam komponen steril atau komponen yang melewati proses antara
yang mengakibatkan produk setengah jadi atau produk ruahan atau
komponennya bebas dari mikroba hidup.
Cara
sterilisasi dengan menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadi
cemaran/ kontaminasi dengan mikroba hingga seminimal mungkin. Digunakan untuk
bahan obat yang tidak dapat disterilkan dengan cara pemanasan atau dengan cara
penyaringan.
Caranya
a. Bahan
obat: memenuhi syarat p.i, tidak
disterilkan.
b. Zat
pembawa: disterilkan tersendiri dahulu.
c. Zat
pembantu: disterilkan tersendiri.
d. Alat-alat:
disterilkan dengan cara yang cocok.
e. Ruang
kerja: bersih, bebas debu, dan angin, disterilkan dengan sinar u.v atau cara
lain yang sesuai.
Kemudian
bahan obat, zat pembawa, zat pembantu disimpan secara aseptic dalam ruang
aseptic hingga terbentuk obat / larutan injeksi dan dimasukkan ke dalam wadah
secara aseptic.
Pemilihan
cara sterilisasi harus mempertimbangkan beberapa hal seperti berikut;
a. Stabilitas
: sifat kimia, sifat fisika, khasiat, serat, struktur bahan obat tidak boleh
mengalami perubahan setelah proses sterilisasi.
b. Efektivitas
: cara sterilisasi yang dipilih akan memberikan hasil maksimal dengan proses
yang sederhana, cepat dan biaya murah.
c. Waktu
: lamanya penyeterilan ditentukan oleh bentuk zat, jenis zat, sifat zat dan
kecepatan tercapainya suhu penyeterilan yang merata.
2.7 Evaluasi sediaan
a.
Evaluasi Fisika
1.
Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi
warna dan bau yang diamati secara visual.
2.
Homogenitas
Pengujian
homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji pada sekeping kaca
atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen (Depkes RI, 1995).
3.
Uji Daya Sebar
Uji daya sebar ditentukan dengan cara berikut.
Sebanyak 0,5 gram salep diletakkan dengan hati-hati di
atas kertas grafik
yang dilapisi plastik transparan,
dibiarkan sesaat (1 menit)
dan luas daerah
yang diberikan oleh sediaan
dihitung kemudian tutup lagi dengan plastik yang diberi beban tertentu masing-masing 50 gram,
100 gram, dan 150
gram dan dibiarkan
selama 60 detik pertambahan luas
yang diberikan oleh sediaan dapat dihitung (Voigt, 1994).
4.
Uji Daya Lekat
Sampel 0,25 gram diletakan di atas 2
gelas obyek yang telah ditentukan kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5
menit. Setelah itu gelas obyek dipasang pada alat test. Alat test diberi beban
80 gram dan kemudian dicatat waktu pelepasan salep dari gelas obyek.
b.
Evaluasi Kimia
1. Pengukuran
pH
Alat pH
meter dikalibrasi menggunakan
larutan dapar pH 7 dan pH 4. Satu gram
sediaan yang akan diperiksa diencerkan
dengan air suling hingga
10 mL. Elektroda
pH meter dicelupkan ke
dalam larutan yang diperiksa, jarum
pH meter dibiarkan bergerak sampai
menunjukkan posisi tetap, pH
yang ditunjukkan jarum pH meter dicatat (Anonim, 1995).
c.
Evaluasi Biologi
1. Uji
Mikroba
Dilakukan untuk
memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis perbekalan farmasi,
mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan perbekalan
farmasi tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu. Spesimen uji biasanya
terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa
dan Salmonella. Pengujian dilakukan
dengan menambahkan 1 mL dari tidak kurang enceran 10-3 biakan
mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama spesimen uji (dalam dapar fosfat
7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest atau Media Fluid Lactose Medium) dan diuji
sesuai prosedur (Depkes
RI, 1995).
2.8
Cara
penggunaan salep mata
Adapun cara penggunaan salep mata adalah sebagai berikut :
1. Cucilah tangan anda
2. Jangan menyentuh ujung tube salep
3. Tengadahkan kepala sedikit miring ke
belakang
4. Pegang tube salep dengan satu tangan
dan tariklah pelupuk mata yang sakit ke arah bawah dengan tangan yang lain
sehingga akan membentuk “kantung”.
5. Dekatkan ujung tube salep sedekat
mungkin dengan “kantung” tanpa menyentuhnya.
6. Bubuhkan salep sesuai dengan yang
tertulis di etiket
7. Pejamkan mata selama 2 menit
8. Bersihkan salep yang berlebih dengan
tissue
9. Bersihkan ujung tube dengan tissue
lain

Gambar;
Langkah 4 dan 5
Perhatian
1. Hati-hati untuk mencegah kontaminasi
tutup tube saat dibuka.
2. Pada saat tube salep dibuka pertama
kali, tekan keluar ¼ inci salep dan buang karena mungkin terlalu kering.
3. Jangan pernah menyentuh ujung tube
dengan permukaan apapun
4. Jika mempunyai lebih dari satu tube
untu salep mata yang sama, buka satu tube saja.
5. Jika menggunakan lebih dari satu
jenis salep mata pada waktu yang sama, tunggu sekitar 10 menit sebelum
menggunakan salep lainnya.
6. Untuk memperbaiki aliran dari salep,
pegang tube dalam tangan selama beberapa menit sebelum digunakan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1) salep
mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan
ditujukan untuk pengobatan konjungtiva
2) Komposisi
sediaan salep mata terdiri dari zat aktif, basis salep dan dan bahan tambahan
3) Keuntungan
waktu kontak antara obat dengan mata yang lebih lama kerugian pandangan jadi
kabur
4) Sterilitas merupakan syarat yang
paling penting
5) Metode pembuatan dilakukan dengan
membuat basis terlebih dahulu, lalu di campurkan semua bahan sedikit demi
sedikit hingga homogeny
6) Wadah salep mata kebanyakan menggunakan tube dengan kapasitas 3,5
g
7) Evaluasi sediaan ada tiga evaluasi fisika, kimia dan biologi
B.
Saran
Sediaan
salep mata merupakan sediaan steril, agar dapat tercapai pengobatan yang
maksimal perhatikan cara penggunaannya tepat menjaga kebersihan.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel. 1989. Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat.
Yogyakarta : UGM Pres
Departement of pharmaceutical Science. 1982. Martindale the Extra Pharmacoeia 28th edition. London: The
Pharmaceutical Press.
Lachman dkk. 1994. Teori Dan
Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
Voigt. 1995. Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press

Comments
Post a Comment