Makalah Farmakoterapi Terapan "Kanker Payudara"



TUGAS MAKALAH
FARMAKOTERAPI TERAPAN
KANKER PAYUDARA





Disusun Oleh:
Siska Sarnita Pasaribu                       (3351181587)
Sitti Yuniati Saraswaty Bachtiar        (3351181503)
Topan Januansyah                               (3351181555)
Ummi Kurnia Ayu Lestari                  (3351181514)
Verrichi Siregar                                   (3351181526)
Via Silvana                                          (3351181502)
Wa Ode Yusi Rismayana                    (3351181532)

Kelas : D
Kelompok : 5

PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI
ANGKATAN XXVII
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2019

DAFTAR ISI

Daftar isi........................................................................................................... ii
A.         Definisi.................................................................................................... 1
B.          Prevalensi................................................................................................ 1
C.          Etiologi.................................................................................................... 4
D.         Patofisiologi............................................................................................ 4
E.          Gejala...................................................................................................... 7
F.           Diagnosis................................................................................................. 7
G.         Faktor Risiko........................................................................................... 16
H.         Terapi Non Farmakologi......................................................................... 27
I.            Terapi Farmakologi................................................................................. 31
J.            Interaksi Obat......................................................................................... 40
K.         Terminology Medik................................................................................. 41
L.          Studi Kasus............................................................................................. 41
Daftar Pustaka................................................................................................. 45





A.      Definisi
Kanker payudara(Carcinoma mammae) adalah suatu keganasan yang berasal dari jaringan payudara. Kanker payudar adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berlipat ganda.Kanker payudara merupakan suatu penyakit akibat sel-sel yang abnormal terbentuk pada payudara dengan kecepatan tidak terkontrol dan tidak beraturan.
B.       Prevalensi

Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. Diperkirakan 7,5 juta orang meninggal akibat kanker, dan lebih dari 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang (WHO dan World Bank,2005). Jenis kanker tertinggi pada perempuan di dunia adalah kanker payudara (38 per 100.000 perempuan) dan kanker leher rahim (16 per 100.000 perempuan) (Globocan/IARC 2012).
Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC), diketahui bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker di seluruh dunia. Gambar diatas menunjukkan bahwa kanker payudara, kanker prostat, dan kanker paru merupakan jenis kanker dengan persentase kasus baru (setelah dikontrol dengan umur) tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, 30,7%, dan 23,1%. Sementara itu, kanker paru dan kanker payudara merupakan penyebab kematian (setelah dikontrol dengan umur) tertinggi akibat kanker.
Pada gambar diatas pada tahun 2012 kanker payudara menjadi urutan pertama dari kanker - kanker lainya, dengan jumlah sebesar 43,3%.
Di Indonesia, prevalensi kanker adalah sebesar 1,4 per 1.000 penduduk (Riskesdas 2013), serta merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) dari seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi insidens kanker payudara di Indonesia sebesar 40 per 100.000 perempuan dan kanker leher rahim 17 per 100.000 perempuan (Globocan/IARC 2012).
Berdasarkan data riset Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, penyakit kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu sebesar 0,5%. Prevalensi kanker payudara tertinggi terdapat pada Provinsi D.I. Yogyakarta, yaitu sebesar 4,1‰. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulitdilakukan.
C.    Etiologi
Penyebab persis dari kanker payudara masih belum jelas hingga saat ini. Kanker payudara biasanya berkembang pada sel saluran susu atau sel lobular. Kemungkinan penyebab lainnya bisa mencakup riwayat keluarga dan genetik, penggunaan kontrasepsi atau terapi penggantian hormon wanita, wanita yang menopause pada usia lebih dari 50 tahun, perempuan yang tidak pernah menikah, perempuan yang menikah tapi tidak mendapat keturunan, perempuan yang melahirkan anak pertama pada usia di atas 30 tahun, perempuan yang tidak pernah menyusui, perempuan yang memiliki anggota keluarga penderita kanker payudara dan masih banyak lagi faktor lainnya (Norsaadah, Imran, & Winn, 2005 dalam ardiana, dkk., 2013). Terdapat beberapa faktor penyebab kanker payudara dapat berhubungan dengan hormon reproduksi pada perempuan. Hormon tersebut adalah hormon estrogen yang berperan dalam proses tumbuh kembang organseksual perempuan. Pada beberapa perempuan, hormon estrogen sebagai pemicu penyebab awal kanker (Luwia, 2003), radiasi (sinar X) ke payudara, makanan yang kaya kandungan lemak, merokok, minum minuman beralkohol, atau kurangnya olahraga.

D.    PATOFISIOLOGI
Kanker payudara terjadi karena hilangnya kontrol atau proliferasi sel payudara dan apoptosis sehingga sel payudara berpoliferasi secara terus-menerus. Hilangnya fungsi apoptosis menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan sel akibat kerusakan DNA. Bila terjadi mutasi gen p53 maka fungsi sebagai pendeteksi kerusakan DNA akan hilang, sehingga sel-sel abnormal berpoliferasi terus-menerus. Peningkatan jumlah sel tidak normal ini umumnya membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker. Tumor jinak biasanya merupakan gumpalan lemak yang terbungkus dalam suatu wadah yang menyerupai kantong. Lewat aliran darah maupun sistem getah bening, sel-sel tumor dan racun yang dihasilkan keluar dari kumpulannya dan menyebar ke bagian lain tubuh.
Sel-sel yang menyebar ini kemudian akan tumbuh berkembang di tempat baru, yang akhirnya membentuk segerombolan sel tumor ganas atau kanker baru. Keganasan kanker payudara ini dengan menyerang sel-sel nomal disekitarnya, terutama sel-sel yang lemah. Sel kanker akan tumbuh pesat sekali, sehingga payudara penderita akan membesar tidak seperti biasanya.
Kanker payudaraberasal dari epitel saluran dan kelenjar payudara. Pertumbuhan dimulai dari dalam duktus ataupun kelenjar lobulus yang disebut karsinoma noninvasif. Kemudian tumor menerobos ke luar dinding duktus atau kelenjar di daerah lobulus dan invasi ke dalam stroma, yang dikenal dengan nama karsinoma invasif. Penyebaran tumor terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar getah bening aksiler atau supraklavikuler membesar. Ca mammae pertama kali menyebar ke kelenjar aksila regional. Lokasi metastasis paling jauh yaitu tulang, hati, paru, pleura, dan otak (Heffner, 2005).
E.     GEJALA
Jika Anda mengalami gejala-gejala berikut ini, Anda berisiko terkena kanker payudara:
• Payudara
o benjolan dengan berbagai ukuran*
o perubahan bentuk atau ukuran
o tersumbatnya pembuluh vena atau bentuk kulit payudara seperti kulit jeruk 
• Puting susu
o keluarnya cairan dengan bercak darah 
o retraksi (puting masuk ke dalam payudara) • Ketiak
o kelenjar getah bening bengkak
Payudara yang membesar atau benjolan pada payudara merupakan reaksi fisiologis normal yang disebabkan oleh perubahan hormon siklik, yang umum terjadi di kalangan wanita sebelum siklus menstruasi. Jangan khawatir dengan kondisi ini. Jika Anda ragu dengan benjolan yang diamati, segera lakukan konsultasi dengan dokter Anda untuk memastikan apakah benjolan tersebut bersifat jinak atau ganas. Sebagian besar dari benjolan tersebut merupakan kista jinak (kantong yang berisi cairan atau kantong yang berada di dalam jaringan) atau fibroma (tumor non-kanker yang terdiri dari jaringan fibrosa) yang tidak berbahaya bagi tubuh manusia (Breat cancer, 2017)

F.     DIAGNOSIS
1.      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis, dan sistemik.Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai status generalis (tanda vital-pemeriksaan menyeluruh tubuh) untuk mencari kemungkinan adanya metastase dan atau kelainan medis sekunder.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan regionalis.Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis, inspeksi dan palpasi.Inspeksi dilakukan dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan posisi lengan di samping, di atas kepala dan bertolak pinggang.Inspeksi pada kedua payudara, aksila dan sekitar klavikula yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumor primer dan kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening.Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang (supine), lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal.kedua payudara dipalpasi secara sistematis, dan menyeluruh baik secara sirkular ataupun radial. Palpasi aksila dilakukan dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan lengan pemeriksa menopang lengan pasien.Palpasi juga dilakukan pada infra dan supraklavikula.
Kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan fisik berupa :
a.    Status generalis (Karnofsky Performance Score)
b.    Status lokalis :
1)      Payudara kanan atau kiri atau bilateral \
2)      Massa tumor :
-  Lokasi
-  Ukuran
-  Konsistensi
-  Bentuk dan batas tumor
-  Terfiksasi atau tidak ke kulit, m.pectoral atau dinding dada
-       Perubahan kulit
·           Kemerahan, dimpling, edema/nodul satelit
·           Peau de orange, ulserasi
-       Perubahan puting susu/nipple
·           Tertarik
·           Erosi
·            Krusta
·           Discharge
3)      Status kelenjar getah bening
-       Kgb aksila: Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir terhadap sesama atau jaringan sekitar
-       Kgb infraklavikula: idem
-       Kgb supraklavikula: idem
4)      Pemeriksaan pada daerah metastasis
5)      Lokasi : tulang, hati, paru, otak
6)      Bentuk
7)      Keluhan
2.      Pemeriksaan Laboratorium
Dianjurkan:
1)    Pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis
2)    Tumor marker : apabila hasil tinggi, perlu diulang untuk follow up
3.      Pemeriksaan Pencitraan
a.   Mamografi Payudara
Mamografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan payudara yang dikompresi.Untuk memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang baik, dibutuhkan dua posisi mamogram dengan proyeksi berbeda 45 derajat (kraniokaudal dan mediolateralobligue).Mamografi dapat bertujuan skrining kanker payudara, diagnosis kanker payudara, dan follow up / kontrol dalam pengobatan. Mammografi dikerjakan pada wanita usia diatas 35 tahun, namun karena payudara orang Indonesia lebih padat maka hasil terbaik mamografi sebaiknya dikerjakan pada usia >40 tahun.
Pemeriksaan Mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10 dihitung dari hari pertama masa menstruasi; pada masa ini akan mengurangi rasa tidak nyaman pada wanita pada waktu di kompresi dan akan memberi hasil yang optimal. Untuk standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mamografi digunakan BIRADS yang dikembangkan oleh American College of Radiology.
Tanda primer berupa:
1. Densitas yang meninggi pada tumor
2. Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet sign).
3. Gambaran translusen disekitar tumor
4. Gambaran stelata.
5. Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan
6. Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.
Tanda sekunder :
1. Retraksi kulit atau penebalan kuli
2. Bertambahnya vaskularisasi
3. Perubahan posisi putting
4. Kelenjar getah bening aksila (+)
5. Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
6. Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.
b.       USG Payudara
Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik.
Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas di antaranya:
a.    Permukaan tidak rata
b.    Taller than wider
c.    Tepi hiperekoik
d.   Echo interna heterogen
Vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam tumor membentuk sudut 90 derajat. Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan akurasinya sampai 7,4 %. Namun USG tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai modalitas skrining oleh karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal menunjukan efikasinya.
c.       MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CT-SCAN
Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada mamografi, namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena biaya mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Akan tetapi MRI dapat dipertimbangkan pada wanita muda dengan payudara yang padat atau pada payudara dengan implant, dipertimbangkan pasien dengan risiko tinggi untuk menderita kanker payudara.
d.       Diagnosa Sentinel Node
Biopsi kelenjar sentinel ( Sentinel lymph node biopsy ) adalah mengangkat kelenjar getah bening aksila sentinel sewaktu operasi. (Kelenjar getah bening sentinel adalah kelenjar getah bening yang pertama kali menerima aliran limfatik dari tumor, menandakan mulainya terjadi penyebaran dari tumor primer).
Biopsi kelenjar getah bening sentinel dilakukan menggunakan blue dye, radiocolloid, maupun kombinasi keduanya. Bahan radioaktif dan atau blue dye disuntikkan disekitar tumor; Bahan tersebut mengalir mengikuti aliran getah bening menuju ke kelenjar getah bening ( senitinel ). Ahli bedah akan mengangkat kelenjar getah bening tersebut dan memintah ahli patologi untuk melakukan pemeriksaan histopatologi. Bila tidak ditemukan sel kanker pada kelenjar getah bening tersebut maka tidak perlu dilakukan diseksi kelenjar aksila.Teknologi ideal adalah menggunakan teknik kombinasi blue dye dan radiocolloid.
Perbandingan rerata identifikasi kelenjar sentinel antara blue dye dan teknik kombinasi adalah 83% vs 92%. Namun biopsi kelenjar sentinel dapat dimodifikasi menggunakan teknik blue dye saja dengan isosulfan blue ataupun methylene blue. Methylene blue sebagai teknik tunggal dapat mengindentifikasi 90% kelenjar sentinel.Studi awal yang dilakukan RS Dharmais memperoleh identifikasi sebesar 95%. Jika pada akhir studi ini diperoleh angka identifikasi sekitar 90% maka methylene blue sebagai teknik tunggal untuk identifikasi kelenjar sentinel dapat menjadi alternatif untuk rumah sakit di Indonesia yang tidak memiliki fasilitas radiocoloid.
e.        Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi pemeriksaan sitologi, morfologi (histopatologi), pemeriksaan immunohistokimia, in situ hibridisasi dan gene array (hanya dilakukan pada penelitian dan kasus khusus).
f.       Tru-cut Biopsi atau Core Biopsy
Tru-cut biopsi dan core biopsy akan menghasilkan penilaian histopatologi. Tru-cut biopsi atau core biopsy dikerjakan dengan memakai alat khusus dan jarum khusus no G12-16. Secara prinsip spesimen dari core biopsysama sahihnya dengan pemeriksaan biopsi insisi.
g.      Biopsi Terbuka dan Spesimen Operasi
Biopsi terbuka dan spesimen operasi akan menghasilkan penilaian histopatologi. Biopsi terbuka dengan menggunakan irisan pisau bedah dan mengambil sebagian atau seluruh tumor, baik dengan bius lokal atau bius umum.
Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas untuk penentuan jinak/ ganas suatu jaringan; dan bisa dilanjutkan untuk pemeriksaan imunohistokimia.
h.      Pemeriksaan Immunohistokimia
Pemeriksaan Imunohistokimia (IHK) adalah metode pemeriksaan menggunakan antibodi sebagai probe untuk mendeteksi antigen dalam potongan jaringan (tissue sections) ataupun bentuk preparasi sel lainnya. IHK merupakan standar dalam menentukan subtipe kanker payudara.Pemeriksaan IHK pada karsinoma payudara berperan dalam membantu menentukan prediksi respons terapi sistemik dan prognosis.
Pemeriksaan imunohistokimia yang standar dikerjakan untuk kanker payudara adalah:
1. Reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron (PR)
2. HER2
3. Ki-67
Pemeriksaan ER dan PR dilakukan pada material dari blok parafin (spesimen core biopsy dan eksisi), dan dapat juga dari hapusan sitologi atau cell block. Pemeriksaan harus dilakukan pada spesimen yang difiksasi dengan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%.Hasil dinyatakan positif apabila > 1% inti sel terwarnai (baik dengan intensitas lemah, sedang, ataupun kuat).
Pemeriksaan status HER2 (c-erbB-2, HER2/neu) saat ini telah direkomendasikan untuk karsinoma payudara invasif (DCIS tidak dievaluasi untuk HER2). Pemeriksaan HER2 harus dilakukan pada blok paraffin dari jaringan yang difiksasi dengan NBF 10% dan tidak dapat dilakukan dari hapusan sitologi. Hasil dinyatakan  HER2 positif pada HER2 +3, sedangkanHER2 +2 memerlukan pemeriksaan lanjutan berupa hibridisasi in situ.
4.      Presentasi Klinis
Tanda awal pada lebih dari 90% wanita dengan kanker payudara adalah benjolon tidak nyeri yang biasanya, soliter, unilateral, solid, keras, tidak beraturan, dan tidak dapat dipergerakkan. Tanda awal yang kurang umum adalah nyeri dan perubahan putting. Pada kasus yang lebih lanjut terdapat edema kulit yang terlihat, kemerahan, hangat dan pengerasan.
Gejala KMP bergantung tempat metatasis, namun dapat termasuk nyeri tulang, kesulitan bernafas, nyeri atau pembesaran abdominal, jaundice, dan perubahan status mental.
a.    Stadium Kanker Payudara
Stadium didasarkan pada ukuran tumor (Tt-4), adanya dan meluasnya ketelobatana nodus limfa (Nt-3) dan ada atau tidaknya metastasis jauh (M0-1), dinyatakan secara sederhana, stadium-stadium ini dapat dipresentasika sebagai berikut (Iso farmakoterapi 2, 2011) :
*   Kanker payudara awal
a.    Stadium 0 : karsino in situ atau penyakit yang belum menginvasi membran dasar.
b.   Stadium 1 : tumor primer kecil tanpa keterlibatan nodus limfa





Diameter tumor kurang dari 2 cm dan terletak dalam payudara.
c.    Stadium II
Keterlibatan nodus limfa regional
Tumor kurang dari 5 cm, atau lebih kecil dengan keterlibatan nodus limfe aksilaris yang dapatdigerakkan.
*   Kanker payudara yang berkembang secara lokal
a.      Stadium III: biasanya suatu tumor besar denagn keterlibatan nodus meluas yang mana nodus atau tumor terfiksasi pada dinding dada, juga termasuk kanker payudara inflamatori, yang berprogresif secara cepat.
Stadium III dibagi lagi antara lain :
-  Stadium IIIa
Tumor lebih besar dari 5 cm, atau tumor disertai dengan perbesaran nodus limfe aksila yang terfiksasi satu sama lain atau pada jaringan di dekatnya.

-  Stadium IIIb
Lesi disertai nodulus satelit, terfiksai pada kulit atau dinding dada, ulserasi, edema, atau dengan keterlibatan nodus supraklavikular atau intraklavikular.




*   Kanker payudarah stadium lanjut atau metastasis
Stadium IV ; bermetastasis ke organ jauh dari tumor primer


G.    Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya:
1.    Penggunaan kontrasepsi oral
Menurut Depkes RI (2014) pemakaian kontrasepsi hormonal terbanyak adalah jenis suntikan dan pil. Kontrasepsi oral (pil) yang paling banyak digunakan adalah kombinasi estrogen dan progesteron.Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Pada payudara estrogen menyebabkan terjadinya timbunan lemak di kelenjar payudara (Sandra, 2011). Wanita yang menggunakan hormon ini dengan waktu yang lama mempunyai risiko yang tinggi mengalami kanker payudara. Berdasarkan distribusi frekuensi riwayat pemakaian KB hormonal pada kelompok kasus sebanyak 23 orang dari 30 orang (76,7%) beresiko tinggi terkena kanker payudara (Nani, 2009).
Kontrasepsi hormonal merupakan faktor risiko kanker payudara (Haslinda, 2013). Pil oral kombinasi (POK) merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormon sintesis estrogen dan progesteron (Handayani, 2010). Penelitian membuktikan terdapat sedikit peningkatan risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral kombinasi estrogen dan progestin daripada penggunaan kontrasepsi estrogen saja. Tidak terdapat bukti peningkatan risiko terkena kanker payudara perempuan yang ≥10 tahun setelah menghentikan penggunaan kontrasepsi (Haslinda, 2013).
Hasil penelitain menunjukkan hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen kombinasi lebih berisiko 1,66 kali mengalami kejadian kanker payudara dibandingkan dengan yang tidak mengguna-kan kontrasepsi hormonal (Awaliyah, et.al, 2017).Estrogen bekerja primer untuk membantu pengaturan hormon releasing factor di hipotalamus, membantu pertumbuhan dan pematangan dari ovum di dalam ovarium dan merangsang perkembangan endometrium. Progesteron bekerja primer menekan dan melawan isyarat-isyarat dari hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang terlalu dini/prematur dari ovarium, serta juga merangsang perkembangan dari endometrium (Hartanto, 2004).
Penelitian menunjukkan lama penggunaan kontrasepsi lebih dari atau sama dengan 5 tahun lebih berisiko 2,25 kali untuk mengalami kejadian kanker payudara dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal. Secara statistik, terdapat hubungan antara lama menggunakan kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker payudara. Terakhir menggunakan kontrasepsi hormonal lebih dari atau sama dengan 5 tahun, lebih berisiko 2,41 kali untuk mengalami kejadian kanker payudara dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kon-trasepsi hormonal. Secara statistik, terdapat hubungan antara waktu terakhir menggunakan kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker payudara (Awaliyah, et.al, 2017).
2.    Tumor jinak pada payudara
Tumor payudara merupakan benjolan di payudara. Timbulnya benjolan pada payudara dapat merupakan indikasi adanya jenis tumor/kanker payudara. Namun, untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan patologis (Boyle P dan Levin B, 2008). Peningkatan risiko untuk terkena kanker payudara pada wanita dengan riwayat tumor jinak berhubungan dengan adanya proses proliferasi yang berlebihan (Indrati, 2005).
Meskipun ilmu pengetahuan semakin canggih akan tetapi hingga saat ini belum diketahui secara pasti faktor penyebab utama penyakit tumor/kanker payudara, diperkirakan multifaktorial (Lacey, James V, et.al, 2009). Dari beberapa studi diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tumor/kanker payudara antara lain umur tua (aging), perempuan 100 kali lebih berisiko dibandingkan dengan laki-laki, adanya faktor genetik seperti riwayat keluarga menderita tumor/kanker payudara terutama ibu dan saudara perempuan, riwayat menstruasi dini, usia makin tua saat menopause, hamil pertama di usia tua, menggunakan kontrasepsi hormonal, obesitas dan asupan rendah serat, tinggi lemak khususnya lemak jenuh (Carey K, et.al, 2010).  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marice Sihombing (2014) diketahui bahwa umur, menggunakan pil kontrasepsi dan menopause merupakan faktor risiko tumor payudara. Hingga kini penyebab utama tumor/kanker payudara belum diketahui secara pasti, diduga banyak faktor seperti faktor genetik, lingkungan, gaya hidup (pola konsumsi tinggi lemak, kurang serat) dan hormonal yaitu kadar hormon estrogen dalam tubuh yang tinggi.
Hasil akhir analisis multivariat memperlihatkan bahwa responden pengguna pil kontrasepsi berisiko 3,63 kali lebih besar terkena tumor payudara dibandingkan dengan yang bukan pengguna pil kontrasepsi sejalan dengan temuan penelitian Hunter dkk yang menyatakan bahwa pengguna kontrasepsi oral memiliki risiko relatif (RR) = 3,05 (95%CI 2,00 - 4,66) lebih besar untuk terjadinya kanker payudara (Sihombing, et.al, 2014). Namun penelitian yang dilakukan oleh Sirait dkk (2009) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara penggunaan pil kontrasepsi dengan tumor/kanker payudara ( p-value = 0,117).
3.    Kurang aktivitas fisik
Dengan aktivitas fisik atau berolahraga yang cukup akan dapat dicapai keseimbangan antara kalori yang masuk dan kalori yang keluar. Aktivitas fisik / berolahraga yang cukup akan mengurangi risiko kanker payudara tetapi tidak ada mekanisme secara biologik. Olahraga dihubungkan dengan rendahnya lemak tubuh dan rendahnya semua kadar hormon yang berpengaruh terhadap kanker payudara dan akan dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh (Yulianti iin et.al, 2016).
Wanita yang melakukan olahraga pada waktu yang lama akan menurunkan risiko kanker payudara sebesar 37%. Studi prospektif pada wanita umur 30 - 55 tahun yang diikuti selama 16 tahun dilaporkan mereka yang berolahraga sedang dan keras ≥ 7 jam/minggu memiliki risiko yang lebih rendah terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang berolahraga hanya 1 jam/minggu (Indrati, 2005). Hasil analisa statistik menunjukan seorang yang memiliki kebiasaan berolahraga < 4 jam perminggu mempumyai resiko 1,222 lebih besar pada 95% CI: 0,508 - 2,943 dengan nilai p-value = 0,032 (Yulianti iin et.al, 2016).
4.    Pola Konsumsi makanan berlemak
Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Eva fitria ningsih, 2014). Makanan yang masuk dapat memberikan efek resiko negatif atau positif terhadap perkembangan sel-sel kanker. Klasifikasi pola makan secara umum dapat digolongkan sebagai berikut : 1) pola makan yang baik yaitu pola makan yang bersumber dari sayuran, buah, ikan, ayam, susu rendah lemak dan sumber serat penuh; 2) pola makan yang tidak baik adalah makanan dengan sumber seperti daging merah, makanan atau daging yang diolah, gula fermentasi, kentang, makanan manis dan makanan yang tinggi lemak dan juga kebiasaan minum seperti alkohol dan sejenisnya (Ruiz dan Hernandez, 2013). Senyawa heterosiklik amin yang dihasilkan selama proses pemasakan, aflatoxin, senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon, N-nitosamin dan alkohol berperan sebagai mutagen ditambah lagi dengan tingginya konsumsi kalori dan lemak dapat meningkatkan resiko kanker (Sutandyo, 2010).
Pola makan merupakan salah satu faktor terbesar dalam perkembangan etiologi kanker (Anand et al, 2008). Adanya hubungan langsung antara pola makan tidak sehat dan gaya hidup dengan peningkatan tumor dan risiko kanker. Untuk alasan ini, status gizi yang baik berdasarkan diet seimbang merupakan salah satu faktor pencegahan utama dari penyakit tersebut (E.Fitriyaningsih, 2014). Penelitian analitik observasional dengan jenis desain kasus kontrol yang dilakukan Eva Fitriyaningsih menunjukan adanya hubungan konsumsi sumber hewani yang diawetkan dengan kejadian kanker payudara P-value (0,001) sedangkan pola makan sumber hewani segar, cara mengolah, pola makan minyak/lemak dan pola makan buah dan sayur tidak berhubungan dengan kejadian kanker payudara ( p > 0.05).
5.    Riwayat kanker payudara pada keluarga
Wanita dengan yang memiliki riwayat kanker payudara pada keluarga memiliki risiko lebih besar untuk terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat kanker payudara pada keluarga. Gen BRCA yang terdapat dalam DNA berperan untuk mengontrol pertumbuhan sel agar berjalan normal. Dalam kondisi tertentu gen BRCA tersebut dapat mengalami mutasi menjadi BRCA1 dan BRCA2,sehingga fungsi sebagai pengontrol pertumbuhan hilang dan memberi kemungkinan pertumbuhan sel menjadi tak terkontrol atau timbul kanker. Seorang wanita yang memiliki gen mutasi warisan (termasuk BRCA1 dan BRCA2) meningkatkan risiko kanker payudara secara signifikan dan telah dilaporkan 5-10% kasus dari seluruh kanker payudara. Pada kebanyakan wanita pembawa gen turunan BRCA1 dan BRCA2 secara normal, fungsi gen BRCA membantu mencegah kanker payudara dengan mengontrol pertumbuhan sel. Namun hal ini tak berlangsung lama karena kemampuan mengontrol dari gen tersebut sangat terbatas (A.Lanfranchi, 2007).
Mereka yang secara garis keturunan ada yang pernah terkena kanker payudara dan penyakit bisanya menurun mengikuti garis ibu.Mempunyai ibu, saudara perempuan atau putri (keluarga tingkat pertama) yang menderita kanker payudara akan mengalami risiko dua kali lipat terkena kanker payudara. Sedangkan pada keluarga tingkat kedua bisa meningkatkan risiko kanker payudara sebesar lima kali lipat. Secara keseluruhan 20%- 30% wanita menderita kanker payudara mempunyai anggota keluarga yang menderita penyakit ini. Ini berarti sekitar 70%-80% wanita menderita kanker payudara tidak mempunyai riwayat darikeluarganya(Winda.M, 2018).
Dimana berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Surbakti dari 82 sampel ibu yang mengalami kanker payudara terdapat 56,1% disebabkan oleh faktor keturunan dan berada pada usia berisiko lebih dari 40 tahun (Surbakti.E, 2013). Terdapat pengaruh yang signifikan antara riwayat kanker payudara pada keluarga terhadap kejadian kanker payudara dengan nilai OR 9,056 (95%CI3,586 - 22,871) artinya wanita yang memiliki riwayat kanker payudara pada keluarga berisiko 9,056 kali  (Maulinasari, et. al, 2018).
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kelompok kasus dari 96 reponden perempuan yang terkena kanker payudara hanya 31 responden yang menunjukan adanya riwayat keluarga yang terkena kanker payudara sedangkan pada kelompok kontrol dari 96 responden perempuan yang tidak menderita kanker payudara terdapat 41 responden yang mempunyai riwayat keluarga terkena kanker payudara dengan nilai p-value= 0,1. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat keluarga yang menderita kanker payudara dengan kanker payudara (Setiowati, et. al, 2016). Resiko kanker payudara menjadi lebih tinggi pada wanita yang memiliki ikatan darah dengan keluarga yaitu sekitar 20-30%. Penelitian Laamiri (2015) faktor riwayat keluarga sangat memengaruhi 2–3 kali lipat peningkatan kejadian kankerpayudara.
Hasil analisis statistik menunjukkan seseorang yang memiliki riwayat keluarga pada payudara mempunyai risiko 2,778 lebih besar untuk terkena kanker payudara dan hasilnya bermakna secara statistik pada 95% CI: 1,123 – 6,868 dengan nilai p = 0,025 (memenuhi aspek strength dari asosiasi kausal) (I.Yulianty & Sutiningsih, 2016).

6.    Lama menyusui
Menyusui mengurangi risiko kanker payudara, karena menghasilkan beberapa siklus menstruasi tanpa puncak estrogen sebelum ovulasi dan melewatkan periode menstruasi. Karena itu, seorang wanita terpapar dengan lebih sedikit estrogen dan memiliki risiko kanker payudara yang menurun. Menyusui juga membuat jaringan payudara matang menjadi lobulus tipe 4 yang mengurangi risiko kanker. Menyusui diketahui mengurangi risiko kanker payudara secara proporsional dengan total durasi menyusui semua bayi. Menyusui juga akan mengurangi risiko kanker payudara. Menyusui sepenuhnya menghasilkan payudara dan sering menghasilkan siklus anovulasi atau terlewatkan. (A. Lanfranchi, 2007).
Segera setelah proses melahirkan kadar hormon estrogen dan hormon progesteron yang tinggi selama masa kehamilan akan menurun dengan tajam. Kadar hormon estrogen dan hormon progesteron akan tetap rendah selama masa menyusui. Kadar hormon estrogen dan hormon progesteron dalam darah selama menyusui akan mengurangi pengaruh hormon tersebut terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara (Tjindarbumi,2004).
Terdapat hubungan dose-response antara lama menyusui dengan kanker payudara, signifikan berdasar uji X2 linier for trends. Dari hasil penelitian riwayat menyusui beresiko memiliki nilai Odds Ratio sebesar 2,118 atau > dari 1 yang artinya wanita yang tidak pernah menyusui memiliki resiko 2,118 kali lebih tinggi untuk mengalami kanker payudara dibandingkan wanita yang penah menyusui (Pritayin cici, at.al, 2013). Riwayat pemberian asi < 1 tahun ada riwayat keturunan terjadinya kanker payudara dan wanita dengan riwayat pemberian asi > 1 tahun tidak ada riwayat keturunan terkena kanker payudara sebanyak 25 responden dari 36 responden (Surbakti, 2013).
7.    Riwayat kegemukan
Obesitas/kelebihan berat badan yang dapat mengakibatkan seseorang menderita berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung, sindroma X, Diabetes, kanker, arthiritis, masalah pernafasan, penyulit pada masalah reproduksi, gangguan psikis dan sosial serta masalah kesehatan lainnya (Soegih, et.al, 2009). Antara obesitas dan kanker payudara yang berati ada hubungan antara obesitas dan kanker payudara.
Faktor risiko wanita yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan memiliki kadar insulin darah yang lebih tinggi. Tingkat insulin yang lebih tinggi juga telah dikaitkan dengan beberapa jenis kanker, termasuk kanker payudara. Akan tetapi, kaitan antara berat badan dan risiko kanker payudara sangat kompleks. Sebagai contoh, wanita yang obesitas saat dewasa, risiko kanker payudara meningkat. Namun, jika kelebihan berat badan sudah dialami sejak kecil, risikonya cenderung menurun. Para ahli masih belum dapat menyimpulkan apa yang menyebabkan perbedaan tersebut (Savitri, 2015).
Hasil uji statistik Chi-Square didapatkan ρ-value = 0,003 yang berarti ada hubungan antara obesitas dengan kanker payudara pada wanita di Poliklinik Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2016 dengan nilai OR sebesar 6,75 (95% CI: 1,82-25,03) yang berarti bahwa wanita yang obesitas memiliki risiko 6,75 kali lebih besar terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak obesitas (Melda.Y, 2016).
Berdasarkan hasil uji penelitian didapatkan hasil uji chi-square p = 0,003 (p < 0,005) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima (Chotimah, 2014). Hasil penelitian menunjukan presentase penderita kanker payudara terbanyak mayoritas pada berat badan obesitas yaitu sebanyak 35 responden (56,5%) dan presentase penderita kanker payudara terendah minoritas pada berat badan kurus yaitu sebanyak 7 responden (11,3%) dari 62 responden (Jubaidah, 2017).
Perhitungan indeks massa tubuh (IMT)dilakukan dengan memasukan data berat badan dalam satuan kilogram, dibagi dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat. Berat badan responden didasarkan atas persepsi dan perkiraandariresponden dan data dari rekam medik, bukan berdasarkan hasil pengukuran. Berikut ini adalah rumus perhitungan IMT.
Klasifikasi IMT yang dipakai pada penelitian ini berdasarkan klasifikasiIMT dari Depkes RI,yaitu :
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT
Klasifikasi
Indeks Massa Tubuh (Kg/M²)
Kurus
IMT < 18,5
Normal
IMT ≥ 18,5 - < 24.9
Berat Badan Berlebih
IMT ≥ 25,0 - < 27
Obesitas
IMT ≥ 27,0
Sumber : Kemenkes, 2013
8.    Umur menstruasi pertama
Semakin dini mendapat menarche maka semakin meningkat kemungkinan terserang kanker payudara. Sehubungan bertambah baiknya gizi dan pengaruh lingkungan, semakin muda usia anak mendapat menstruasi pertama. Jika menarche terjadi di atas usia 13 tahun, risiko kanker turun dengan 35% dibanding anak perempuan yangmenarche di usia 12 tahun ke bawah. Umur menstruasi yang lebih awal berhubungan dengan lamanya paparan hormon estrogen dan progesteron pada wanita yang berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara (Vernet.J,2016).Menache awal akan menyebabkan banyaknya jumlah siklus haid dan penutupan estrogen yang berulang-ulang mempunyai efek rangsangan terhadap epitel mammae sehingga meningkatkan kemungkinan abnormalitas jaringan payudara (Almutlaq, et.al, 2017)
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia menarche dengan kejadian kejadian ca mammae di RSUD Dr. Achmad Mochtar dengan nilai pvalue = 0,014 dan OR = 3,083 artinya responden dengan kategori usia menarche berisiko 3,083 kali untuk terkena ca mammae dibandingkan responden dengan kategori tidak berisiko (S.Neila, et.at, 2018).
9.    Perokok pasif
Penyelidikan epidemiologis menemukan bahwa kemungkinan merokok pasif untuk kanker payudara jauh lebih besar daripada risiko angka kejadian riwayat merokok aktif. Asap rokok dapat meningkatkan risiko kanker payudara karena asap rokok mengandung bahan kimia dalam konsentrasi tinggi yang dapat menyebabkan kanker payudara. Bahan kimia dalam asap tembakau mencapai jaringan payudara dan ditemukan dalam ASI. Asap rokok juga dapat memiliki efek yang berbeda terhadap risiko kanker payudara pada perokok dan mereka yang hanya terpapar asap rokok (I. Maria, et.al, 2017).
American Cancer Society (2011) menyebutkan bahwa perokok pasif dikenal dengan nama second-hand smoke atau Environmental Tobacco Smoke (ETS). Perokok pasif disebut demikian karena menghisapcampuran dari dua bentuk asap yaitu asap dari pembakaran tembakau (asap yang ber-asal dari ujung rokok yang menyala, dari pipa, atau dari cerutu) dan asap utama (asap yang dihembuskan oleh perokok). Meskipun sering dianggap sama, tetapi sesungguhnya kedua asap ini berbeda. Asap dari pembakaran tembakau memiliki konsentrasi karsinogen lebih tinggi daripada asap utama. Selain itu, asap dari pembakaran tembakau memiliki partikel yang lebih kecil daripada asap utama sehingga mudah untuk masuk ke dalam sel-sel tubuh. Asap utama mengandung lebih dari 4.000 senyawa kimia, lebih dari 60 yang diketahui atau diduga dapat menyebabkan kanker.
Perilaku merokok pada penelitian ini adalah kebiasaan atau perilaku responden maupun suami atau anggota keluarga yang serumah menghisap rokok secara aktif sebelum responden didiagnosa menderita penyakit. Perilaku merokok keluarga responden yang setiap hari merokok dapat mem-berikan efek terhadap peningkatan risiko kanker payudara karena asap rokok mengandung bahan kimia dalam konsentrasi tinggi yang dapat menye-babkan kanker payudara. Bahan kimia dalam asap tembakau dapat mencapai jaringan payudara. Asap rokok juga dapat memerikan efek yang berbeda terhadap risiko kanker payudara pada perokok dan mereka yang hanya terpapar asap rokok (Savitri, 2015). Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup olehperokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbonmonoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Sapphire, 2009).
Selain menghisap asap rokok, menghirup asap rokok juga merupakan suatu hal yang berbahaya. Dari hasil analisa data, ditemukan bahwa beberapa kendala dalam melakukan pola hidup, seperti kesulitan dalam menghindari asap rokok. Hal ini diketahui dari 50% partisipan mengatakan bahwa keluarga tetap saja merokok meskipun sudah mengetahui bahwa anggota keluarga yang lain sedang sakit. Kurangnyakesadaran dan kebiasaan keluarga, menjadikan alasan keluarga sehingga tetap saja merokok meskipun mengetahui bahwa hal tersebut tidak baik (R.Yanti, 2015).
Perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun linkungan sekitar (Bustan, 2007).
Menurut WHO (2015), tipe perokok dibagi 3 yaitu:
a.    Perokok ringan merokok 1-10 batang per hari
b.   Perokok sedang merokok 11-20 batang per hari
c.    Perokok berat merokok lebih dari 20 batang per hari
Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan case control study, pengumpulan data menggunakan kuesioner, uji statistik bivariat menggunakan odds ratio dengan α = 0,05 menyatakan bahwa merokok atau memiliki suami atau anggota keluarga yang serumah dan menghisap rokok secara aktif lebih banyak ditemukan pada kelompok kasus (68,5%) dibandingkan pada kelompok kontrol (52,1%) dengan nilai OR=2,002 (CI 95%:1,020 - 3,930) dengan p = 0,063. Secara statistik bermakna antara merokok dengan kejadian kanker payudara. Dengan kata lain merokok merupakan faktor risiko terhadap kejadian kanker payudara (I. Maria, et.al 2017). Sedangkan penelitian Indrati (2005) menyatakan wanita dengan status perokok pasif berpeluang 2,36 kali terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang berstatus perokok aktif.
10.  Riwayat kanker payudara dan kanker ovarium
Riwayat kanker payudara pada responden meningkatkan risiko dengan perkiraan OR = 5,2 (p = 0,048) dan riwayat kanker ovarium sebelumnya dengan perkiraan OR = 12,16 (p = 0,028) berdasar uji Fisher’s Exact Test (Indrati, 2005). Wanita dengan riwayat kanker payudara sebelumnya kemungkinan besar akan mendapatkan kanker payudara pada sisi yang lain, hal ini terjadi karena payudara merupakan organ berpasangan yang dilihat dari suatu sistem dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama. Wanita yang memiliki riwayat pernah menderita kanker ovarium kemungkinan akan terkena kanker payudara. Wanita dengan kanker payudara menunjukkan hiperplasi korteks ovarium. Terdapat hubungan positif antara kanker payudara dan kanker ovarium, keduanya dianggap terjadi akibat adanya ketidakseimbangan hormon estrogen. Peningkatan risiko terkena kanker payudara pada wanita yang pernah menderita kanker ovarium diduga berhubungan dengan pengaruh peningkatan hormon estrogen, dan wanita yang menderita atau pernah menderita kelainan proliferatif memiliki peningkatan risiko untuk mengalami kanker payudara (Dupont William.D, 2004). Variabel bebas yang berdasarkan analisis bivariat berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara adalah umur menstruasi < 12 tahun (OR = 3,6 ; 95% CI : 1,08 – 12,04),perokok pasif (OR = 2,23 ; 95% CI : 1,08 – 5,19), riwayat kanker ovarium pada keluarga (OR = 5,33 ; 95% CI : 1,64 – 17,32) dan adanya riwayat kegemukan (OR = 2,38 ;95% CI : 1,08 – 5,25) (Indrati, 2005).

H.    TERAPI NON FARMAKOLOGI KANKER PAYUDARA
·      Operasi/Pembedahan/Mastektomi
Dilakukan untuk menghilangkan tumor primer. Operasi diindikasikan pada kanker payudara stadium dini (stadium I dan II), kanker payudara stadium lanjut lokal dengan persyaratan tertentu, keganasan jaringan lunak pada payudara. Terapi kanker payudara banyak menggunakan operasi, hampir 92% dari total terapi yang digunakan. Terapi menggunakan operasi dapat dikombinasikan dengan terapi lain, seperti terapi radiasi, terapi hormon, khemoterapi. Terapi operasi merupakan penatalaksanaan lokal pada kanker payudara. Operasi yang akan digunakan tergantung pada stadium kanker, ukuran tumor, ukuran payudara, dan keterlibatan nodus limfe (American Cancer Society, 2007).
Terapi operasi pada kanker payudara meliputi:
1.        Lumpektomi
Lumpektomi adalah pengambilan benjolan dan sedikit jaringan normal payudara yang mengelilingi benjolan tersebut. Lumpektomi dilakukan apabila daerah atau jaringan yang terkena kanker kecil/sedikit. Lumpectomy biasanya diikuti dengan terapi radiasi. Terapi radiasi dapat dilakukan ke seluruh area payudara atau hanya pada bagian tertentu payudara (Lindley, 2005).
Kelebihan Lumpectomy yaitu payudara dapat dipertahankan, sedangkan kekurangannya yaitu kemungkinan besar dilanjutkan dengan terapi radiasi. Beberapa wanita tidak diperbolehkan memilih lumpectomy karena kondisi berikut:
Ø  Pernah menjalani terapi radiasi payudara
Ø  Mempunyai 2 atau lebih lokasi kanker pada payudara yg sama. Pernah menjalani initial lumpectomy dengan re-ekscisi belum sempurna menghilangkan kanker
Ø  Mempunyai penyakit yang sensitif terhadap terapi radiasi, contoh skleroderma, lupus sistemik, dermatitis.
Ø  Wanita hamil karena terapi radiasi beresiko terhadap janin
Ø  Mempunyai kanker > 5 cm (2 inches)
Ø  Mempunyai kanker yang relatif besar bila dibandingkan ukuran payudara
Ø  Mempunyai risiko tinggi timbul kanker lagi.
Operasi ini ditujukan untuk kanker payudara stadium I dan II. Pada beberapa kasus, stadium lanjut juga bisa memilih lumpectomy tetapi harus dilakukan kemoterapi sebelum operasi untuk mengurangi ukuran tumor dan mencegah kesepatan kanker bermetastase (Medline Plus, 2006).
2.        Mastektomi Total atau Sederhana
Mastektomi Total atau Sederhana adalah pengambilan keseluruhan payudara termasuk puting susu, beberapa dari nodus limfe di bawah ketiak seringkali diambil pada prosedur ini untuk dilakukan biopsi. Kadang-kadang operasi dilakukan untuk kedua payudara (double mastectomy) yang dilakukan sebagai upaya preventif untuk wanita dengan risiko tinggi kanker payudara. Operasi pembentukkan payudara setelah total mastectomy jauh lebih mudah dibandingkan modified radical dan radical mastectomy. Pasca operasi ini jarang menimbulkan pembengkakkan (Beliefnet, 2006).
3.        Mastektomi Radikal
Mastektomi radikal adalah pengambilan keseluruhan payudara, nodus limfe aksila, dan otot pektoral (dinding dada) di bawah payudara. Operasi ini pernah menjadi operasi yang sering digunakan karena anggapan bahwa mengambil otot di bawah payudara dapat mencegah metastasis kanker. Setelah diteliti ternyata radical mastectomy tidak meningkatkan prognosis dan tidak perlu dilakukan operasi ini jika kanker ditemukan lebih dini (early stage). Juga karena efek samping yang ditimbulkan dan bisa memilih modified radical mastectomy yang sama efektifnya dengan radical mastectomy, sehingga radical mastectomy saat ini jarang digunakan (Bland, 2006).
Efek samping yang bisa terjadi antara lain :
Ø  Terkadang lengan tidak dapat digerakkan
Ø  Bekas operasi meninggalkan jurang pada dada (bekas operasi), sehingga sulit dilakukan operasi pembentukan payudara.
Ø  infeksi pada luka
Ø  Hematoma (pendarahan pad lokasi yang dioperasi)
Ø  Seroma (lokasi yang dioperasi mengeluarkan cairan bening)
Ø  lymphedema
4.        Mastektomi Radikal Termodifikasi: melibatkan pengambilan keseluruhan payudara dan beberapa nodus limfe aksila, tetapi otot pektoral masih dipertahankan. Operasi ini paling banyak dilakukan untuk wanita dengan kanker payudara yang keseluruhan payudaranya harus dibuang.
·      Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar atau partikel berenergi tinggi. Terapi dengan menggunakan radiasi/ penyinaran digunakan untuk membunuh sel-sel kanker di tempat pengangkatan tumor dan daerah sekitarnya, termasuk kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut; pada metastasis tulang, metastasis kelenjar limfe aksila. Ini dilakukan pada pasien yang telah menjalani operasi untuk tumor yang terlokalisasi pada suatu area. Radiasi memberikan efek samping berupa peradangan otot, kelelahan, kulit menjadi gatal, kering, dan kemerahan. Efek samping radiasi yang jarang terjadi adalah cacat paru-paru, lymphoedema, kerusakan hati, sarkoma (kanker jenis lainnya).
Terapi radiasi disebut juga radioterapi merupakan salah satu cara penanganan kanker payudara yang memiliki ketepatan target dan keefektifan yang tinggi dalam menghancurkan sel kanker yang tidak terangkat setelah operasi. Radiasi dapat mengurangi risiko timbulnya kanker kembali hingga 50–66 %. Terapi radiasi ini relatif mudah untuk ditoleransi oleh tubuh dan kemungkinan munculnya efek samping terbatas pada daerah yang terkena radiasi saja. Sinar radiasi yang berenergi tinggi diarahkan ke daerah payudara yang terkena kanker. Radiasi ini kemungkinan dapat ikut merusak sel atau jaringan yang terlewati oleh sinar. Meskipun demikian, efek radiasi terhadap sel kanker lebih buruk daripada sel normal karena sel kanker lebih sensitif terhadap radiasi daripada sel normal. Pertahanan sel kanker lemah karena aktivitas sel kanker difokuskan pada pertumbuhan dan pembuatan sel kanker baru. Selain itu pengaturan di dalam sel kanker tidak sebaik sel normal sehingga lebih sulit bagi sel kanker untuk memperbaiki kerusakan sel yang timbul akibat radiasi. Dengan demikian sel kanker mudah hancur sementara sel normal yang sehat dapat memperbaiki kerusakan akibat radiasi dan tetap bertahan.
·      Pola hidup yang sehat
Ø Mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan terutama yang mengandung vitamin C
Ø Menghindari rokok dan alkohol
Ø Berolah raga secara teratur.
Ø Mengurangi lemak.
Ø Mengkonsumsi suplemen antioksidan.
Ø Makan lebih banyak serat.
Ø Makan lebih banyak tahu dan makanan yang mengandung kedelai.
Ø Mengurangi terlalu banyak makanan gorengan dan juga yang mengandung protein dan lemak tinggi serta jeroan.
Ø Membatasi makanan yang diolah dengan suhu tinggi dan lama atau dengan pengolahan tertentu yang dapat menimbulkan prokarsinogen seperti makanan yang diasinkan, diasap, dibakar, dipanggang sampai keluar arang (gosong) . Yang terbaik adalah makanan yang direbus.
Ø Hati-hati dengan penggunaaan pemanis buatan, pewarna makanan serta zat pengawet yang berlebihan. Makanan terbaik adalah makanan segar.

I.         Terapi Farmakologi
1.      Kemoterapi
Kemoterapi lebih disukai dari terapi endokrin untuk wanita dengan tumor reseptor hormon negatif, keterlibatan paru-paru, hati, atau sumsum tulang yang progresif, atau kegagalan dalam terapi endokrin.
a.    Pilihan penanganan bergantung pada individual. Agen yang sebelumnya digunakan sebagai terapi adjuvan dapat diulang kecuali kanker muncul kembali dalam 1 tahun. Agen tunggal dihubungkan dengan angka respon yang lebih rendah daripada terapi kombinasi namun waktu untuk berkembang dari KK adalah mirip. Agen tunggal ditoleransi dengan baik, suatu pertimbangan penting dalam pengaturan paliatif metastasis.
b.    Regimen kombinasi menghasilkan respon objektif pada kira-kira 60% pasien yang sebelumnya tidak terpapar kemoterapi, namun respon lengkap muncul pada kurang dari 10% pasien. Durasi tengah respon adalah 5 hingga 12 bulan; keselamatan tengah adalah 14 hingga 33 bulan.
c.    Antrasiklin dan taksan menghasilkan angka respon 50% hingga 60% ketika digunakan sebagai terapi lini pertama pada KPM. Agen tunggal kapesitabin, vinorelbin atau gemcilabin memiliki angka respon 20% hingga 25% ketika digunakan setelah antrasiklin dan taksan.
d.   Iksabepilon adalah suatu agen penstabil mikrotubul, digunakan untuk monoterapi atau kombinasi dengan kapesitabin pada pasien KSM yang sebelumnya telah menerima antrasiklin atau taksan. Angka respond an waktu untuk progresi meningkat dengan terapi kombinasi dibandingkan dengan kapesitabin saja.
e.    Efek samping termasuk mielosuppresi, neuropati peripheral dan mialgia atau antralgia.

Tabel 1. Regimen Kemoterapi Umum Untuk Kanker Payudara
Regimen Kemoterapi Adjuvan
AC
Doksorubisin 60 mg/m2 i.v hari 1
Siklofosfamid 600 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 4 siklus
AC à Paklitasel
Doksorubisin 60 mg/m2 i.v hari 1
Siklofosfamid 600 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 4 siklus
Diikuti dengan :
Paklitaksel 175 mg/m2  selama 3 jam
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 4 siklus

FAC
Fluorourasil 500 mg mg/m2 i.v hari 1 dan 4
Doksorubisin 50 mg/m2 i.v kontinu selama 72 jam
Siklofosdamid 500 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21 hari  untuk 6 siklus.
CAF
Siklofosfamid 600 mg/m2 i.v hari 1
Doksorubisin 60 mg/m2 bolus i.v hari 1
Fluorourasil 600 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21-28 hari  untuk 6 siklus

TAC
Dosetaksel 75 mg/m2 i.v hari 1
Doksorubisin 50 mg/m2 bolus i.v hari 1
(doksorubisin sebaiknya diberikan sebagai yang pertama)
Ulangi siklus tiap 21-28 hari  untuk 6 siklus (harus diberikan dengan pendukung factor pertumbuhan)
Paklitaksel à FAC
Paklitaksel 80 mg/m2 i.v tiap minggu selama 1 jam tiap minggu untuk 12 minggu
Diikuti dengan :
Fluorourasil 500 mg/m2 i.v hari 1 dan 4
Doksorubisin 50 mg/m2 infus i.v kontinu selama 72 jam
Siklofosfamid 500 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21-28 hari  untuk 4 siklus

FEC
Fluorourasil 500 mg/m2 i.v hari 1
Epirubisin 100 mg/m2 bolus i.v hari 1
Siklofosfamid 500 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21 hari  untuk 6 siklus

CMF
Siklofosfamid 500 mg/m2 per hari secara oral. Hari 1-14
Metotreksat 40 mg/m2 i.v hari 1 dan 8
Fluorourasil 600 mg/m2 i.v hari 1 dan 8
Ulangi siklus tiap 21 hari  untuk 6 siklus
Atau
Siklofosfamid 600 mg/m2 i.v hari 1
Metotreksat 40 mg/m2 i.v hari 1
Fluorourasil 600 mg/m2 i.v hari 1 dan 8
Ulangi siklus tiap 21 hari  untuk 6 siklus
CEF
Siklofosfamid 75 mg/m2 secara oral tiap hari, pada hari 1-14
Epirubisin 60 mg/m2 i.v hari 1 dan 8
Fluorourasil 600 mg/m2 i.v hari 1 dan 8
Ulangi siklus tiap 21 hari  untuk 6 siklus (membutuhkan antibiotic profilaktik atau pendukung factor pertumbuhan)
Dosis pada AC à Paklitaksol
Doksorubisin 60 mg/m2 bolusi.v hari 1
Siklofosfamid 600 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 14 hari  untuk 4 siklus (harus diberikan dengan pendukung faktor pertumbuhan)
Diikuti dengan :
Paklitaksel 175 mg/m2 i.v selama 4 siklus (harus diberikan dengan pendukung faktor pertumbuhan)

Kemoterapi Metastatik Agen Tunggal
Paktisel
Paklitaksel 175 mg/m2 i.v lebih dari 3 jam, Ulangi siklus tiap 21 hari
Atau
 Paklitaksel 80 mg/m2 i.v tiap minggu selama 1 jam
Ulangi dosis tiap 7 hari

Vinorelbin
Vinorelbin 30 mg/m2, hari 1 dan 8
Ulangi siklus tiap 21 hari
Atau
Vinorelbin 20-30 mg/m2 i.v, tiap minggu
Ulangi siklus tiap 7 hari  (sesuaikan dosis berdasarkan hitungan neutrophil, lihat informasi produk)
Doksetasel
Doksetasel 60-100 mg/m2
Ulangi siklus tiap 21 hari
Atau
Doksetasel 30-35 mg/m2 tiap minggu i.v diatas 3 menit
Ulangi dosis tiap 7 hari
Gemsitabin
Gemsitabin 600-100 mg/m2  tiap minggu i.v hari 1,8 dan 15
Ulangi siklus tiap 28 hari (mungkin membutuhkan untuk menunda dosis hari 15 berdasar hitungan darah)
Kapesitabin
Kapesitabin 2000-2500 mg/m2 per hari secara oral, dibagu menjadi dua kali per hari selama 14 hari
Ulangi siklus tiap 21 hari
Doksorubisin liposomal
Doksorubisin liposomal 30-50 mg/m2 i.v diatas 90 menit
Ulangi Siklus tiap 28 hari
Regimen Kombinasi Kemoterapi Metastase
Doksetasel + Kapesitabin
Doksetasel 75 mg/m2 i.v diatas 1 jam, hari 1
Kapesitabin 2000-2500 mg/m2  per hari secara oral dibagi menjadi dua kali sehari selama 14 hari
Ulangi siklus tiap 21 hari
Paklitasel + Gemsitabin
Paklitaksel 175 mg/m2 i.v lebih dari 3 jam, hari 1
Gemsitabin 1250 mg/m2 i.v hari 1 dan 8
 Ulangi siklus tiap 21 hari


2.      Terapi Hormonal
·           Terapi hormonal merupakan penanganan pilihan untuk pasien yang memiliki metastase reseptor hormone positif pada jaringan lembut, tulang, pleura, atau jika asimptomatik. Dibandingkan kemoterapi, terapi endokrin memiliki probabilitas respon yang sebanding dan profil keamanan yang lebih baik.
·            Pilihan terapi endokrin didasarkan utamanya pada toksisitas dan pilihan pasien tapi hasil studi telah mengarah ke perubahan dalam penanganan KPM.
·            Inhibitor aromatase mengurangi sirkulasi dan target organ estrogen melalui blockade pengubahan peripheral dari suatu precursor androgenic, sumber utama estrogen pada perempuan postmenopause. Agen yang lebih baru lebih selektif dan ditoleransi lebih baiak daripada prototype, aminoglutetimid, anastrozol, letrozol, dan exemestan disetujui sebagai terapi lini kedua karena mampu memperbaiki ketahanan hidup (survival) dan tolerabilitas dibandingkan dengan progestin. Sebagai terapi lini pertama, anastrozol dan letrozol meningkatkan waktu untuk berkembang dan ditoleransi lebih baik dibandingkan tamoksifen.
·            Tamoksifen adalah pilihan antiestrogen pada perempuan premenopause yang tumornya positif reseptor hormon, kecuali jika metastase muncul dalam 1 tahun dari penggunaan tamoksifen adjuvan. Efek bermanfaat maksimal tidak muncul selama setidaknya 2 bulan. Sebagai tambahan terhadap efek samping yang dideskripsikan untuk terapi adjuvan, tumor flare atau hiperkalsemia muncul pada kira-kira 5% dari pasien dengan KPM.
·            Toremifen memiliki efikasi dan tolerabilitas yang mirip dengan tamoksifen dan merupakan alternatif terhadap tamoksifen pada pasien postmenopause.
·            Fulvestran merupakan agen intramuscular lini kedua dengan efikasi dan keamanan yang mirip ketika dibandingkan dengan anastrozol pada pasien yang mengalami kemajuan dengan pemakaian tamoksifen.
·            Penghilangan ovary (ooforektomi) dianggap oleh beberapa orang sebagai terapi endokrin pilihan pada perempuan premenopause dan menghasilkan angka respon keseluruhan yang mirip dengan tamoksifen. Penghilangan testikel medis dengan analog LHRH, goserelin, leuprolide, atau triptorelin merupakan alternatif reversibel dari operasi.
·            Progestin umumnya disimpan untuk terapi lini ketiga. Obat ini menyebabkan kenaikan berat badan, retensi cairan dan tromboembolik.

Tabel 2. Terapi Endokrin Digunakan untuk Kanker Payudara Metastatik
Kelas
Obat
Dosis
Efek samping
Inhibitor aromatase non steroidal
Anastrozol
1 mg per hari secara oral
Hot flushes,artral-gia, mialgia, sakit kepala, diare, mual sedang
Letrozol
2,5 mg per hari secara oral
Steroidal
Eksemestan
25 mg per hari secara oral
Antiestrogen SERMs
Tamoksifen
20 mg per hari secara oral
Hot flushes, pengeluaran vaginal, mual sedang, tromboembolisme, kanker endometrial
Toremifen
60 mg per hari secara oral
SERDs
Fulvestran
250 mg i.m. tiap 28 hari
Hot flushes, reaksi tempat injeksi, kemungkinan tromboembolisme
LHRH analog
Goserelin
3,6 mg s.k. tiap 28 hari
Hot flushes, amenorea, gejala menopause, reaksi tempat injeksi. (formula yang diperluas tidak direkomendasikan untuk penanganan kanker payudara)
Leuprolid
3,75 mg i.m tiap 28 hari
Triptorelin
3,75 mg i.m tiap 28 hari
Progestin
Megestrol asetat
40 mg 4 kali sehari secara oral
Penambahan berat badan, hot flushes, edema, tromboembolisme
Modroksiprogesteron
400-1.000 mg i.m tiap minggu
Androgen
Fluoksimesteron
10 mg dua kali sehari secara oral
Suara memberat, alopsia, hirsutisme, jerawat fasial/pada badan, retensi cairan, ketidakteraturan menstrual, jaundice, kolestatik
Estrogen
Dietilstilbestrol
5 mg tiga kali per hari secara oral
Mual muntah, retensi cairan, anoreksia, tromboembolisme, disfungsi hati
Etinil estradiol
1 mg tiga kali sehari secara oral
Estrogen terkonjugasi
2,5 mg tiga kali sehari secara oral

3. Terapi Biologi
a.       Trastuzumab, suatu antibody monoclonal yang berikatan dengan HER2, menghasilkan tingkat respon 15-20% ketika digunakan sebagai agen tunggal dan meningkatkan angka respon serta waktu progresi ketika dikombinasikan dengan kemoterapi. Telah dipelajari pada kombinasi dublet (taksan-trastuzumab; vinorelbin-trastuzumab) dan triplet (trastuzumab-taksan-platinum) tapi regimen optimum tidak diketahui.
b.      Trastuzumab ditoleransi dengan baik namun beresiko toksik terhadap jantung sebesar 5% dengan agen tunggal transtuzumab dan sangat tinggi dengan antrasiklin.
c.       Lapatinib merupakan inhibitor tirosin kinase yang menargetkan HER2 dan reseptor factor pertumbuhan epidermal, memperbaiki tingkat respond dan waktu progresi dengan penggunaan kombinasi bersama kapesitabin. Efek samping yang paling umum adalah ruam dan diare.



2.8.3 Algoritma Terapi
1. Kanker Payudara Awal


Kanker Payudara Awal (Stadium 0,1,2)


Masektomi


Terapi Hormonal (Tamoksifen) / Kemoterapi / Terapi Biologi


Lumpektomi


Radiasi


Terapi Hormonal (Tamoksifen) / Kemoterapi / Terapi Biologi

 



 

 

 




 

 
















2.        Kanker Payudara yang Berkembang Secara Lokal

 


Kanker Payudara yang Berkembang Secara Lokal (Stadium 3)


Masektomi


Kemoterapi (Sebelum/sesudah pembedahan)


Terapi Hormonal (Tamoksifen)/ Terapi Biologi


Lumpektomi


Kemoterapi (Sebelum/sesudah pembedahan)


Radiasi


Terapi Hormonal (Tamoksifen)/ Terapi Biologi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 




3.        Kanker Payudara Stadium Lanjut


Kanker Payudara Stadium Lanjut/metastasis (Stadium 4)


Terapi Hormonal + Kemoterapi dengan/tanpa Terapi Biologi


Radiasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 






3.        Interaksi Obat-Obat kanker Payudara
1.    SIKLOFOSFAMID
·      Kloramfenikol, waktu paruh Siklofosfamid dapat meningkat dan konsentrasi metabolit dapat menurun.
·      Antikoagulan, efek antikoagulan menurun.
2.    KAPESITABIN
·      Warfarin, perubahan parameter koagulasi atau perdarahan.
·      Antasida, AUC dan Cmax meningkat sebesar 16 % dan 35 % untuk kapesitaben, dan 18 % dan 22 % secara berurutan untuk metabolitnya.
3.    TAMOKSIFEN
·      Aminoglutetimid, mengurangi konsentrasi plasma tamoksifen dan N-desmetil tamoksifen.
·      Bromokriptin, meningkatkan kadar serum tamoksifen dan N-desmetil tamoksifen.
·      Agen sitostatik, risiko kejadian tromboembolitik meningkat dengan pemberian secara bersamaan.
·      Rifamicin, konsentrasi plasma tamoksifen menurun.
·      Antikoagulan, efek hipoprottrombinemik dapat meningkat dengan pemberian bersama tamoksifen. Pantau waktu protrombin secara hati-hati
·      Medroksiprogesteron, mengurangi konsentrasi plasma N-desmetil tamoksifen .
·      Letrozol, mengurangi konsentrasi plasma letrozol sebesar 37 % ketika kedua obat diberi bersama-sama.
4.    AMINOGLUTETIMID
·      Antikoagulan, efek antikoagulan dapat menurun.
·      Medroksiksiprogesteron, kadar medroksiprogesteron dapat menurun.
·      Teofilin, kerja teofilin dapat menurun.
5.    EPIRUBISIN
·      Simetidin, meningkatkan AUC epirubisin sebanyak 50 %. Oleh karena itu hentikan pemberian simetidin selama menggunakan epirubisin.
·      Senayawa kardioaktif, penggunaan bersama senyawa kardioaktif yang dapat menyebabkan gagal jantung (seperti pemblok kanal kalsium) membutuhkan pengawasan fungsi jantung yang ketat selama penanganan.
6.    DOKSORUBISIN
·      Fenitoin, kadar fenitoin dapat menurun karena doksorubisin
·      Radiasi, toksisitas terhadap miokardium, mukosa, hati dan kulit yang diinduksi radiasi meningkat dengan pemberian doksorubisin.
4.      Terminologi Medik
a.          Mamografi : pencitraan menggunakan sinar-X pada jaringan payudara yang dikompresi
b.         USG (Ultrasonography) : pencitraan menggunakan gelombang suara
c.          MRI (Magnetic Resonance Imaging) : pencitraan menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio
d.         Biopsi : pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium
e.          Karsinoma in situ : sel kanker yang belum menyebar (non-invasif)
f.          Kemoterapi: pengobatan dengan obat kimia yang bertujuan untuk mematikan sel kanker. Sebagai sebuah metode pengobatan dan metodenya yang bermacam-macam (oral, intravena, intraperitoneal, dll), obat kemoterapi akan beredar melalui pembukuh darah ke seluruh jaringan tubuh.
g.         Kemoterapi adjuvant: kemoterapi yang biasanya diberikan sesudah pengobatan lain seperti pembedahan atau radiasi.
h.         Metastasis : perpindahan penyakit dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain
i.           Kemoterapi neoadjuvan : kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan ukuran kanker sehingga cukup kecil untuk dioperasi
5.      Studi Kasus
Berikut Contoh kasus :
Nn. iva berumur 21 tahun awalnya mengeluh ada benjolan dibawah ketiak dan juga ada benjolan di payudara sebelah kanan. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata benjolan di payudara sudah sebesar lebih dari 5 cm. Hasil diagnosanya adalah breast cancer stadium III.
1.    Pertanyaan : bagaimana tatalaksana terapi kasus ini? Selesaikan dengan metode SOAP!
2.    Informasi apa yang perlu diberikan mengenai penggunaan obatnya?
3.    Bagaimana monitoring terhadap keberhasilan terapi ?
Penyelesaian Kasus :
1.    Dengan Metode SOAP
Subjektive
Nama          : Nn. Iva
Umur          : 21 tahun
Jenis Kelamin         : Wanita
Keluhan      : breast cancer stadium III
Objektive
Pemeriksaan fisik : terdapat benjolan di bawah ketiak dan di payudara
Riwayat pengobatan : -
Pemeriksaan laboratorium :-
Assessment
Perlu obat  : ada
Pasien mendapat terapi yang tidak perlu : tidak ada
Salah obat : tidak ada
Dosis terlalu rendah : tidak ada
Pasien mengalami ROTD : tidak ada
Dosis terlalu tinggi : tidak ada
Pasien tidak patuh : tidak ada
Plan :
Terapi farmakologi
1.    Terapi Neoajuvan
Paklitaksel
Dosis 135-175 mg/ m²/24 jam infus
2.    Pembedahan
Dilakukan pembedahan lumpectomy
3.    Terapi Radiasi
Untuk menghilangkan sisa sel sel kanker setelah pembedahan
4.    Antiemetik
Ondansetron
Indikasi : mual muntah, pasca  kemoterapi, paska radioterapi & sebelum dan sesudah operasi.
Dosis: 16 mg diberi satujam sebelum pemberian anastesi
8mg 1-2 jam sebelum radioterapi
24mg 30 menit sebelum terapi
5.    Sistemik ajuvan
Doksorubisin
-       Dosis : 10-30 mg/ m² sekali seminggu
-       Indikasi: pengobatan karsinoma payudara
Tamoksifen
-       Indikasi : pengobatan valiatif kanker payudara
-       Kontra indikasi : wanita hamil
-       Dosis : 20mg/hari
Terapi non farmakologi
Istirahat yang cukup, konsumsi buah dan sayuran yang cukup
Lakukan pemeriksaan payudara sendiri setiap bulan
Hindari penggunaan BH yang terlalu lama dan ketat
Hindari makanan yang berlemak

KIE ( komunikasi, informasi dan edukasi)
Informasikan kepada pasien atau keluarga pasien tentang cara penggunaan obat
Memberitahu pasien agar menghindari makanan seperti daging merah, nangka, durian softdrink, ikan asin.
Memberitahu efek samping dariterapi yang dijalani, yaitu mual muntah


Monitoring
Memantau kepatuhan pasien dalam menjalani terapi
Mengontrol perubahan kondisi pasien setelah mendapatkan terapi
Memantau kepatuhan pasien dalam menjalani terapi non farmakologi

Kesimpulan
Pada kasus di atas dapat disimpulkan Nn. Iva mengidap penyakit kanker stadium 3 , dan dari kelompok kami memberikan obat Paklitaksel sebagai terapi neoadjuvan, pembedahan untuk mengangkat sel kanker, radiasi untuk menghindari mikrometastase sel, anti emetic untuk mengatasi mual muntah serta Tamoksifen untuk mengurangi resiko kekambuhan .


















DAFTAR PUSTAKA
Almutlaq, B. A., Almuazzi, R. F., Almuhayfir, A. A., Alfouzan, A. M., Alshammari, B. T., AlAnzi, H. S., & Ahmed, H. G, (2017). Breast cancer in Saudi Arabia and its possible risk factors. Journal of Cancer Policy, Vol.12, Hal:83–89 https://doi.org/10.1016/J.JCPO.2017.03.004 diakses 15 maret 2019.
American Cancer Society. 2007. Surgery for Breast Cancer. Available online at:
http://www.cancer.org/docroot/CRI/content/CRI.
American Cancer Society. (2011). The Impact of Eliminating Socioeconomic and Racial Disparities on Premature Cancer Deaths. cancer Statistik 61: 213–35.
Anand, P., Kunnumakara, A. B., Sundaram, C., Harikumar, K. B., Tharakan, S. T., Lai, O. S.,Aggarwal, B. B. (2008). Cancer is a preventable disease that requires major lifestyle changes. Pharmaceutical Research, Vol.25(No: 9): Hal. 2097–2116. https://doi.org/10.1007/s11095-008-9661-9 diakses 14 maret 2019
Ardiana., Negara, W.H. dan Sutisna, M. 2013. Analisis Faktor Risiko Reproduksi yang Berhubungan dengan Kejadian Kanker Payudara pada Wanita. Medan. 1 (2) 106-111.
Awaliyah, N., Pradjatmo, H., & Kusnanto, H. (2017). Penggunaan kontrasepsi hormonal dan kejadian kanker payudara di rumah sakit Dr . Sardjito.BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Vol.33(N0.10), Hal:487–494. Retrieved fromhttps://jurnal.ugm.ac.id/bkm/article/view/22812 diakses 16 maret 2019.
Beliefnet. 2006. Surgical Procedures for Breast Cancer. Available online at: ttp://www.beliefnet.com/healthandhealing/getcontent.aspx?.
Bland, Kirby I, et al. 2006. The Breast in Schwartz Manual Surgery, 8th edition. F. Charles Brunicardi (Editor). New York : McGRAW HILL Medical Publishing Division. page 357-363.
Breast Cancer/ indonesia. 2017. smarpatien : Hospital Authority.
Bustan, M.N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta.
Chotimah, Khusnul. (2014). Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Kanker Payudara Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2010-2013. Skripsi Penelitian: Hal:1–63.
Desiani Nani. (2009). Hubungan Umur Awal Menopause Dan Status Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian Kanker Payudara. The Soedirman Journal of Nursing Vol.4(No.3): Hal 102–6.
Dupont, W.D., et al, (2004). Risk Factor, for Breast Cancer in Women with Proliferative Breast Disease. No. 23, Hal : 469 – 478.
Depkes RI. (2015). Situasi Penyakit Kanker. Pusat Data Dan Informasi Departemen Kesehatan RI sem 2: Hal : 1–6.
Fitriyaningsih, E. (2014). Hubungan Pola Makan Dengan Resiko Kanker    Payudara (Studi Kasus pada Rumah Sakit dan Klinik Onkologi di      Banda Aceh). Onkologi Kanker Payudara, Vol.62(No.11), Hal: 36–42.      https://doi.org/10.7498/aps.62.118701 diakses 14 maret 2019
Globocan. (2013). Latest World Cancer Statistics Global Cancer Burden Rises to    14.1 Million New Cases in 2012 : Marked Incr. (December): 2012–14.
Handayani, S, (2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:      Pustaka Rihama.
Haslinda. (2013). Faktor Risiko Kejadian Kanker Payudara di RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar,Vol. 2(No.1), Hal:1–7.
Hartanto, H, (2004). Keluarga berencana dan kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.

Heffner, L. J, dan Schust, D.J. 2005. Sistem reproduksi. Jakarta: Erlangga.

Indrati, Rini. (2005). Faktor faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Kanker Payudara Wanita. Jurnal Epidemiologi: Hal:1–8. http://eprints.undip.ac.id/5248/1/Rini_Indarti.pdf. diakses Juli 2018.
Jubaidah. (2017). Gambaran Berat Badan Penderita Kanker Payudara Di Rumah Sakit Umum Derah Kota Yogyakarta Tahun 2015. Karya Tulis Ilmiah, 01,            Hal: 1–7. Retrieved from http://www.albayan.ae diakses 15 Maret 2019.
Lacey, J. V., Kreimer, A. R., Buys, S. S., Marcus, P. M., Chang, S. C., Leitzmann, M. F.,Hartge, P. (2009). Breast cancer epidemiology according to recognized breast cancer risk factors in the prostate, lung, colorectal and ovarian (PLCO) cancer screening trial cohort. BMC Cancer, Vol.9, Hal:1–8. https://doi.org/10.1186/1471-2407-9-84 diakses 14 maret 2019
Lindley,Celeste and Laura Boehnke Michau. 2005. Breast Cancer in Pharmacotherapy, A Patophysiology Approach, 6th edition. Joseph T. DiPiro (Editor). page 2340-2342.
Luwia, M. 2003. Problematika dan keperawatan payudara. Jakarta: Kawan Pustaka.
Maria, I. L., Sainal, A. A., & Nyorong, M. (2017). Risiko Gaya Hidup terhadap Kejadian Kanker Payudara pada Wanita.Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Universitas Hasanuddin, Vol.13(No.2), Hal:157–166.
MedlinePlus. 2006. Medical Encyclopedia, Lumpectomy. Available online at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/17030.htm
Priyatin, C, Ulfiana E, Sumarni, S. (2013). Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Kanker Payudara Di RSUP DR. Kariadi Semarang. Jurnal Kebidanan 2(5): 9–19.
Ramli, M. (2015). Update Breast Cancer Management Diagnostic and Treatment. Majalah Kedokteran Andalas, Vol.38(No.1), Hal:40
Ruiz, B. R., and Hernández, P.S., (2013). Diet and cancer Risk factors and epidemiological evidene. Science Direct (No,77): Hal:202–208
Sandra, Y., (2011). Melatonin dan Kanker Payudara. Majalah Kesehatan Pharma Medika,Vol.3,No.2: Hal:286-291.
Sapphire, (2009). Bahaya Perokok Pasif. http: //www.Send.garp.com.diakses juli   2018
Savitri, (2015). Kupas Tuntas Kanker Payudara, Leher Rahim dan Rahim, Pustaka            Baru : Yogyakarta
Setiowati, D. A. I., Taningo, E. H., & Soebijanto, R. I. (2016). Hubungan antara Pemakaian KB Hormonal. Indonesian Journal of Cancer, 10(5), 11–17.
Sihombing, Marice, Aprildah Nur Sapardin, Badan Penelitian, dan Kementerian Kesehatan RI. (2014). Faktor Risiko Tumor Payudara Pada Perempuan Umur25-65 Tahun Di Lima Kelurahan Kecamatan Bogor Tengah. Jurnal Epidemiologi.
Sirait, A. M., Oemiati, R., Indrawati, L., Penelitian, P., Biomedis, D. P., Farmasi, D., Payudara, K. (2009). Hubungan Kontrasepsi Pil dengan Tumor/Kanker Payudara di Indonesia. Artikel Penelitian Majalah Kedokteran Indonesia, Vol.59(No.8), Hal:348–356.
Sukandar, E, Y., Andrajati, R., Sigit, J., Adnyana, K., Setiadi, A, P., dan Kusnandar. 2011. ISO Farmakoterapi 2. Jakarta Barat : Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia.
Sulistio, E., et al. (2010). Penerapan Regresi Logistik Multinomial Pada Pemilihan Alat Kontrasepsi Wanita. Media Statistika, Vol. 3, No. 1.
Sutandyo, N. (2010). Nutritional Carcinogenesis. Department of Internal   Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia - Cipto Mangunkusumo Hospital - Dharmais Cancer Hospital, 42(1), 36–42. https://doi.org/10.1111/j.1749-6632.1977.tb19334.x diakses 14 maret 2019.
Vernet, J. R. (2016). Fiestas cívicas en larevolución liberal: entusiasmoy      popularidad del régimen. Historia Social, Vol.1(No.86), Hal:71–90.
Winda, M., (2018). Pengaruh Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Dan Riwayat      Keluarga Terhadap Kejadian Kanker Payudara Di RSUD Dr.Pirngadi                       Medan Tahun 2017. Jurnal Medika Respati,Vol.13.No.2
Yanti, Melda. (2016). Faktor Risiko Kanker Payudara Pada Wanita Di Poliklinik Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016. Skipsi Universitas Andalas: 59.
Yulianti, I., S, H. S., & Sutiningsih, D. (2016). Faktor-Faktor Resiko Kanker Payudara (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Ken Saras Semarang). Kesehatan Masyarakat (e-Journal), Vol.4 (No:4), Hal : 401–409. Retrieved from http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm%0A diakses 15 Maret 2019.
Zahra Laamiri, F., Bouayad, A., Hasswane, N., Ahid, S., Mrabet, M., Amina, B., & Laamiri, F. Z. (2008). Risk Factors for Breast Cancer of Different Age Groups: Moroccan Data? Open Journal of Obstetrics and Gynecology, 5(5), 79–87. https://doi.org/10.4236/ojog.2015.52011 diakses 
januari 2019.


380459a3fc79d12c6b5cbd68bb001890641061c4e5eaa12c36

Comments

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ajoqq^^com
    mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
    mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajopk.club....^_~
    segera di add Whatshapp : +855969190856

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Makalah Sediaan Steril "Salep Mata"

laporan praktikum FARFIS II "Sedimentasi Partikel Suspensi"

Laporan FARFIS II "Fenomena Distribusi"