Makalah Farmakoterapi Terapan "Kanker Payudara"
TUGAS MAKALAH
FARMAKOTERAPI TERAPAN
“KANKER
PAYUDARA”
Disusun
Oleh:
Siska
Sarnita Pasaribu (3351181587)
Sitti
Yuniati Saraswaty Bachtiar (3351181503)
Topan
Januansyah (3351181555)
Ummi
Kurnia Ayu Lestari (3351181514)
Verrichi
Siregar (3351181526)
Via
Silvana (3351181502)
Wa
Ode Yusi Rismayana (3351181532)
Kelas
: D
Kelompok
: 5
PROGRAM
PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI
ANGKATAN
XXVII
UNIVERSITAS
JENDERAL ACHMAD YANI
2019
DAFTAR ISI
Daftar
isi........................................................................................................... ii
A.
Definisi.................................................................................................... 1
B.
Prevalensi................................................................................................ 1
C.
Etiologi.................................................................................................... 4
D.
Patofisiologi............................................................................................ 4
E.
Gejala...................................................................................................... 7
F.
Diagnosis................................................................................................. 7
G.
Faktor
Risiko........................................................................................... 16
H.
Terapi Non Farmakologi......................................................................... 27
I.
Terapi Farmakologi................................................................................. 31
J.
Interaksi Obat......................................................................................... 40
K.
Terminology
Medik................................................................................. 41
L.
Studi Kasus............................................................................................. 41
Daftar Pustaka................................................................................................. 45
A.
Definisi
Kanker payudara(Carcinoma
mammae) adalah suatu keganasan yang berasal dari jaringan payudara. Kanker
payudar adalah sekelompok
sel tidak normal pada payudara yang
terus tumbuh berlipat ganda.Kanker payudara merupakan suatu
penyakit akibat sel-sel yang abnormal terbentuk pada payudara dengan kecepatan
tidak terkontrol dan tidak beraturan.
B.
Prevalensi
Di
dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit
kardiovaskular. Diperkirakan 7,5 juta orang meninggal akibat kanker, dan lebih
dari 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang (WHO dan World
Bank,2005). Jenis kanker tertinggi pada perempuan di dunia adalah kanker
payudara (38 per 100.000 perempuan) dan kanker leher rahim (16 per 100.000
perempuan) (Globocan/IARC 2012).
Berdasarkan
Data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC), diketahui
bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575
kematian akibat kanker di seluruh dunia. Gambar diatas menunjukkan bahwa kanker
payudara, kanker prostat, dan kanker paru merupakan jenis kanker dengan
persentase kasus baru (setelah dikontrol dengan umur) tertinggi, yaitu sebesar
43,3%, 30,7%, dan 23,1%. Sementara itu, kanker paru dan kanker payudara
merupakan penyebab kematian (setelah dikontrol dengan umur) tertinggi akibat
kanker.
Pada
gambar diatas pada tahun 2012 kanker payudara menjadi urutan pertama dari kanker
- kanker lainya, dengan jumlah sebesar 43,3%.
Di
Indonesia, prevalensi kanker adalah sebesar 1,4 per 1.000 penduduk (Riskesdas
2013), serta merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) dari seluruh penyebab
kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi insidens kanker payudara di Indonesia
sebesar 40 per 100.000 perempuan dan kanker leher rahim 17 per 100.000
perempuan (Globocan/IARC 2012).
Berdasarkan
data riset Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, penyakit kanker payudara
merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun
2013, yaitu sebesar 0,5%. Prevalensi kanker payudara tertinggi terdapat pada
Provinsi D.I. Yogyakarta, yaitu sebesar 4,1‰. Di Indonesia, lebih dari 80%
kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan
sulitdilakukan.
C.
Etiologi
Penyebab persis dari kanker payudara
masih belum jelas hingga saat ini. Kanker payudara biasanya berkembang pada sel
saluran susu atau sel lobular. Kemungkinan penyebab lainnya bisa mencakup
riwayat keluarga dan genetik, penggunaan kontrasepsi atau terapi penggantian
hormon wanita, wanita yang menopause pada usia lebih
dari 50 tahun, perempuan yang tidak pernah menikah, perempuan yang menikah tapi
tidak mendapat keturunan, perempuan yang melahirkan anak pertama pada usia di
atas 30 tahun, perempuan yang tidak pernah menyusui, perempuan yang memiliki
anggota keluarga penderita kanker payudara dan masih banyak lagi faktor lainnya
(Norsaadah, Imran, & Winn, 2005 dalam ardiana, dkk., 2013). Terdapat beberapa
faktor penyebab kanker payudara dapat berhubungan dengan hormon reproduksi pada
perempuan. Hormon tersebut adalah hormon estrogen yang berperan dalam proses
tumbuh kembang organseksual perempuan. Pada beberapa perempuan, hormon estrogen
sebagai pemicu penyebab awal kanker (Luwia, 2003), radiasi (sinar X) ke payudara,
makanan yang kaya kandungan lemak, merokok, minum minuman beralkohol, atau
kurangnya olahraga.
D.
PATOFISIOLOGI
Kanker payudara terjadi karena hilangnya kontrol atau
proliferasi sel payudara dan apoptosis sehingga sel payudara berpoliferasi
secara terus-menerus. Hilangnya fungsi apoptosis menyebabkan ketidakmampuan
mendeteksi kerusakan sel akibat kerusakan DNA. Bila terjadi mutasi gen p53 maka
fungsi sebagai pendeteksi kerusakan DNA akan hilang, sehingga sel-sel abnormal
berpoliferasi terus-menerus. Peningkatan jumlah sel tidak normal ini umumnya
membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker. Tumor jinak biasanya
merupakan gumpalan lemak yang terbungkus dalam suatu wadah yang menyerupai
kantong. Lewat aliran darah maupun sistem getah bening, sel-sel tumor dan racun
yang dihasilkan keluar dari kumpulannya dan menyebar ke bagian lain tubuh.
Sel-sel yang menyebar ini kemudian
akan tumbuh berkembang di tempat baru, yang akhirnya membentuk segerombolan sel
tumor ganas atau kanker baru. Keganasan kanker payudara ini dengan menyerang
sel-sel nomal disekitarnya, terutama sel-sel yang lemah. Sel kanker akan tumbuh
pesat sekali, sehingga payudara penderita akan membesar tidak seperti biasanya.
Kanker payudaraberasal dari epitel saluran dan kelenjar payudara.
Pertumbuhan dimulai dari dalam duktus ataupun kelenjar lobulus yang disebut
karsinoma noninvasif. Kemudian tumor menerobos ke luar dinding duktus atau
kelenjar di daerah lobulus dan invasi ke dalam stroma, yang dikenal dengan nama
karsinoma invasif. Penyebaran tumor terjadi melalui pembuluh getah bening,
deposit dan tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar getah bening
aksiler atau supraklavikuler membesar. Ca mammae pertama kali menyebar ke
kelenjar aksila regional. Lokasi metastasis paling jauh yaitu tulang, hati,
paru, pleura, dan otak (Heffner, 2005).
E.
GEJALA
Jika Anda mengalami gejala-gejala berikut ini, Anda berisiko terkena kanker
payudara:
• Payudara
o benjolan dengan berbagai ukuran*
o perubahan bentuk atau ukuran
o tersumbatnya pembuluh vena atau bentuk kulit payudara seperti kulit
jeruk
• Puting susu
o keluarnya cairan dengan bercak darah
o retraksi (puting masuk ke dalam payudara) • Ketiak
o kelenjar getah bening bengkak
Payudara yang membesar atau
benjolan pada payudara merupakan reaksi fisiologis normal yang disebabkan oleh
perubahan hormon siklik, yang umum terjadi di kalangan wanita sebelum siklus
menstruasi. Jangan khawatir dengan kondisi ini. Jika Anda ragu dengan benjolan
yang diamati, segera lakukan konsultasi dengan dokter Anda untuk memastikan
apakah benjolan tersebut bersifat jinak atau ganas. Sebagian besar dari
benjolan tersebut merupakan kista jinak (kantong yang berisi cairan atau
kantong yang berada di dalam jaringan) atau fibroma (tumor non-kanker yang
terdiri dari jaringan fibrosa) yang tidak berbahaya bagi tubuh manusia (Breat
cancer, 2017)
F.
DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan fisik
meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis, dan sistemik.Biasanya
pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai status generalis (tanda
vital-pemeriksaan menyeluruh tubuh) untuk mencari kemungkinan adanya metastase
dan atau kelainan medis sekunder.
Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan regionalis.Pemeriksaan ini
dilakukan secara sistematis, inspeksi dan palpasi.Inspeksi dilakukan dengan
pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan posisi lengan di samping, di
atas kepala dan bertolak pinggang.Inspeksi pada kedua payudara, aksila dan
sekitar klavikula yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumor primer dan
kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening.Palpasi payudara dilakukan pada
pasien dalam posisi terlentang (supine), lengan ipsilateral di atas kepala dan
punggung diganjal bantal.kedua payudara dipalpasi secara sistematis, dan
menyeluruh baik secara sirkular ataupun radial. Palpasi aksila dilakukan
dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan lengan pemeriksa menopang lengan
pasien.Palpasi juga dilakukan pada infra dan supraklavikula.
Kemudian dilakukan
pencatatan hasil pemeriksaan fisik berupa :
a. Status generalis (Karnofsky
Performance Score)
b. Status lokalis :
1)
Payudara
kanan atau kiri atau bilateral \
2)
Massa
tumor :
-
Lokasi
-
Ukuran
-
Konsistensi
-
Bentuk
dan batas tumor
-
Terfiksasi
atau tidak ke kulit, m.pectoral atau dinding dada
-
Perubahan
kulit
·
Kemerahan,
dimpling, edema/nodul satelit
·
Peau
de orange,
ulserasi
-
Perubahan
puting susu/nipple
·
Tertarik
·
Erosi
·
Krusta
·
Discharge
3)
Status
kelenjar getah bening
-
Kgb
aksila: Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir terhadap sesama atau jaringan
sekitar
-
Kgb
infraklavikula: idem
-
Kgb
supraklavikula: idem
4)
Pemeriksaan
pada daerah metastasis
5)
Lokasi
: tulang, hati, paru, otak
6)
Bentuk
7)
Keluhan
2.
Pemeriksaan
Laboratorium
Dianjurkan:
1)
Pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai
dengan perkiraan metastasis
2)
Tumor marker : apabila hasil tinggi, perlu diulang
untuk follow up
3.
Pemeriksaan
Pencitraan
a.
Mamografi
Payudara
Mamografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan
payudara yang dikompresi.Untuk memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang
baik, dibutuhkan dua posisi mamogram dengan proyeksi berbeda 45 derajat
(kraniokaudal dan mediolateralobligue).Mamografi dapat bertujuan
skrining kanker payudara, diagnosis kanker payudara, dan follow up / kontrol
dalam pengobatan. Mammografi dikerjakan pada wanita usia diatas 35 tahun,
namun karena payudara orang Indonesia lebih padat maka hasil terbaik mamografi
sebaiknya dikerjakan pada usia >40 tahun.
Pemeriksaan Mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10
dihitung dari hari pertama masa menstruasi; pada masa ini akan mengurangi rasa
tidak nyaman pada wanita pada waktu di kompresi dan akan memberi hasil yang
optimal. Untuk standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mamografi digunakan
BIRADS yang dikembangkan oleh American College of Radiology.
Tanda primer berupa:
1. Densitas yang meninggi pada tumor
2. Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses
infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet sign).
3. Gambaran translusen disekitar tumor
4. Gambaran stelata.
5. Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan
6. Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.
Tanda sekunder :
1. Retraksi kulit atau penebalan kuli
2. Bertambahnya vaskularisasi
3. Perubahan posisi putting
4. Kelenjar getah bening aksila (+)
5. Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak
teratur
6. Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.
b.
USG Payudara
Salah
satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik.
Gambaran
USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas di antaranya:
a. Permukaan
tidak rata
b. Taller
than wider
c. Tepi
hiperekoik
d. Echo
interna heterogen
Vaskularisasi
meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam tumor membentuk sudut 90 derajat.
Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan akurasinya sampai 7,4 %.
Namun USG tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai modalitas skrining oleh
karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal menunjukan efikasinya.
c.
MRI (Magnetic
Resonance Imaging) dan CT-SCAN
Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada mamografi,
namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena biaya
mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Akan tetapi MRI dapat
dipertimbangkan pada wanita muda dengan payudara yang padat atau pada payudara
dengan implant, dipertimbangkan pasien dengan risiko tinggi untuk
menderita kanker payudara.
d.
Diagnosa Sentinel Node
Biopsi kelenjar sentinel ( Sentinel lymph node biopsy ) adalah
mengangkat kelenjar getah bening aksila sentinel sewaktu operasi. (Kelenjar
getah bening sentinel adalah kelenjar getah bening yang pertama kali menerima
aliran limfatik dari tumor, menandakan mulainya terjadi penyebaran dari tumor
primer).
Biopsi kelenjar getah bening sentinel dilakukan menggunakan blue
dye, radiocolloid, maupun kombinasi keduanya. Bahan radioaktif dan atau blue
dye disuntikkan disekitar tumor; Bahan tersebut mengalir mengikuti
aliran getah bening menuju ke kelenjar getah bening ( senitinel ). Ahli bedah
akan mengangkat kelenjar getah bening tersebut dan memintah ahli patologi untuk
melakukan pemeriksaan histopatologi. Bila tidak ditemukan sel kanker pada
kelenjar getah bening tersebut maka tidak perlu dilakukan diseksi kelenjar aksila.Teknologi
ideal adalah menggunakan teknik kombinasi blue dye dan radiocolloid.
Perbandingan rerata identifikasi kelenjar sentinel antara blue
dye dan teknik kombinasi adalah 83% vs 92%. Namun biopsi kelenjar sentinel
dapat dimodifikasi menggunakan teknik blue dye saja dengan isosulfan
blue ataupun methylene blue. Methylene blue sebagai teknik tunggal dapat
mengindentifikasi 90% kelenjar sentinel.Studi awal yang dilakukan RS Dharmais
memperoleh identifikasi sebesar 95%. Jika pada akhir studi ini diperoleh angka
identifikasi sekitar 90% maka methylene blue sebagai teknik tunggal untuk
identifikasi kelenjar sentinel dapat menjadi alternatif untuk rumah sakit di
Indonesia yang tidak memiliki fasilitas radiocoloid.
e.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi
pemeriksaan sitologi, morfologi (histopatologi), pemeriksaan immunohistokimia,
in situ hibridisasi dan gene array (hanya dilakukan pada penelitian dan
kasus khusus).
f.
Tru-cut Biopsi atau Core
Biopsy
Tru-cut
biopsi dan core biopsy akan menghasilkan penilaian histopatologi.
Tru-cut biopsi atau core biopsy dikerjakan dengan memakai alat khusus
dan jarum khusus no G12-16. Secara prinsip spesimen dari core biopsysama
sahihnya dengan pemeriksaan biopsi insisi.
g. Biopsi
Terbuka dan Spesimen Operasi
Biopsi
terbuka dan spesimen operasi akan menghasilkan penilaian histopatologi. Biopsi
terbuka dengan menggunakan irisan pisau bedah dan mengambil sebagian atau
seluruh tumor, baik dengan bius lokal atau bius umum.
Pemeriksaan
histopatologi merupakan baku emas untuk penentuan jinak/ ganas suatu jaringan;
dan bisa dilanjutkan untuk pemeriksaan imunohistokimia.
h. Pemeriksaan
Immunohistokimia
Pemeriksaan
Imunohistokimia (IHK) adalah metode pemeriksaan menggunakan antibodi sebagai
probe untuk mendeteksi antigen dalam potongan jaringan (tissue sections)
ataupun bentuk preparasi sel lainnya. IHK merupakan standar dalam menentukan
subtipe kanker payudara.Pemeriksaan IHK pada karsinoma payudara berperan dalam
membantu menentukan prediksi respons terapi sistemik dan prognosis.
Pemeriksaan
imunohistokimia yang standar dikerjakan untuk kanker payudara adalah:
1.
Reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron (PR)
2.
HER2
3.
Ki-67
Pemeriksaan ER dan PR dilakukan
pada material dari blok parafin (spesimen core biopsy dan eksisi), dan
dapat juga dari hapusan sitologi atau cell block. Pemeriksaan harus dilakukan
pada spesimen yang difiksasi dengan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%.Hasil
dinyatakan positif apabila > 1% inti sel terwarnai (baik dengan intensitas
lemah, sedang, ataupun kuat).
Pemeriksaan
status HER2 (c-erbB-2, HER2/neu) saat ini telah direkomendasikan untuk
karsinoma payudara invasif (DCIS tidak dievaluasi untuk HER2). Pemeriksaan HER2
harus dilakukan pada blok paraffin dari jaringan yang difiksasi dengan NBF 10%
dan tidak dapat dilakukan dari hapusan sitologi. Hasil dinyatakan HER2 positif pada HER2 +3, sedangkanHER2 +2
memerlukan pemeriksaan lanjutan berupa hibridisasi in situ.
4.
Presentasi Klinis
Tanda awal pada lebih dari 90% wanita dengan kanker
payudara adalah benjolon tidak nyeri yang biasanya, soliter, unilateral, solid,
keras, tidak beraturan, dan tidak dapat dipergerakkan. Tanda awal yang kurang
umum adalah nyeri dan perubahan putting. Pada kasus yang lebih lanjut terdapat
edema kulit yang terlihat, kemerahan, hangat dan pengerasan.
Gejala KMP bergantung tempat metatasis, namun dapat
termasuk nyeri tulang, kesulitan bernafas, nyeri atau pembesaran abdominal,
jaundice, dan perubahan status mental.
a.
Stadium
Kanker Payudara
Stadium didasarkan pada ukuran tumor (Tt-4), adanya
dan meluasnya ketelobatana nodus limfa (Nt-3) dan ada atau tidaknya metastasis
jauh (M0-1), dinyatakan secara sederhana, stadium-stadium ini dapat
dipresentasika sebagai berikut (Iso farmakoterapi 2, 2011) :
a.
Stadium
0 : karsino in situ atau penyakit yang belum menginvasi membran dasar.
b.
Stadium
1 : tumor primer kecil tanpa keterlibatan nodus limfa
Diameter tumor kurang dari 2 cm dan terletak dalam payudara.
c. Stadium II
Keterlibatan
nodus limfa regional
Tumor kurang dari 5 cm, atau lebih kecil dengan
keterlibatan nodus limfe aksilaris yang dapatdigerakkan.
a.
Stadium
III: biasanya suatu tumor besar denagn keterlibatan nodus
meluas yang mana nodus atau tumor terfiksasi pada dinding dada, juga termasuk
kanker payudara inflamatori, yang berprogresif secara cepat.
Stadium
III dibagi lagi antara lain :
- Stadium
IIIa
Tumor lebih besar dari
5 cm, atau tumor disertai dengan perbesaran nodus limfe aksila yang terfiksasi
satu sama lain atau pada jaringan di dekatnya.
- Stadium
IIIb
Lesi disertai nodulus
satelit, terfiksai pada kulit atau dinding dada, ulserasi, edema, atau dengan
keterlibatan nodus supraklavikular atau intraklavikular.
Stadium
IV ; bermetastasis ke organ jauh dari tumor primer
G.
Faktor
Risiko
Terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya kanker payudara diantaranya:
1. Penggunaan
kontrasepsi oral
Menurut
Depkes RI (2014) pemakaian kontrasepsi hormonal terbanyak adalah jenis suntikan
dan pil. Kontrasepsi oral (pil) yang paling banyak digunakan adalah kombinasi
estrogen dan progesteron.Hormon
estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Pada payudara estrogen
menyebabkan terjadinya timbunan lemak di kelenjar payudara (Sandra, 2011).
Wanita yang menggunakan hormon ini dengan waktu yang lama mempunyai risiko yang
tinggi mengalami kanker payudara. Berdasarkan distribusi frekuensi riwayat
pemakaian KB hormonal pada kelompok kasus sebanyak 23 orang dari 30 orang
(76,7%) beresiko tinggi terkena kanker payudara (Nani, 2009).
Kontrasepsi hormonal merupakan
faktor risiko kanker payudara (Haslinda, 2013). Pil oral kombinasi (POK) merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormon
sintesis estrogen dan progesteron (Handayani, 2010). Penelitian membuktikan
terdapat sedikit peningkatan risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi
oral kombinasi estrogen dan progestin daripada penggunaan kontrasepsi estrogen
saja. Tidak terdapat bukti peningkatan risiko terkena kanker payudara perempuan
yang ≥10 tahun setelah menghentikan penggunaan kontrasepsi (Haslinda, 2013).
Hasil penelitain menunjukkan hubungan
penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen kombinasi lebih berisiko 1,66 kali
mengalami kejadian kanker payudara dibandingkan dengan yang tidak mengguna-kan
kontrasepsi hormonal (Awaliyah, et.al, 2017).Estrogen bekerja primer
untuk membantu pengaturan hormon releasing factor di hipotalamus, membantu
pertumbuhan dan pematangan dari ovum di dalam ovarium dan merangsang
perkembangan endometrium. Progesteron bekerja primer menekan dan melawan
isyarat-isyarat dari hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang terlalu
dini/prematur dari ovarium, serta juga merangsang perkembangan dari endometrium
(Hartanto, 2004).
Penelitian menunjukkan lama
penggunaan kontrasepsi lebih dari atau sama dengan 5 tahun lebih berisiko 2,25
kali untuk mengalami kejadian kanker payudara dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan kontrasepsi hormonal. Secara statistik, terdapat hubungan antara
lama menggunakan kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker payudara. Terakhir
menggunakan kontrasepsi hormonal lebih dari atau sama dengan 5 tahun, lebih berisiko
2,41 kali untuk mengalami kejadian kanker payudara dibandingkan dengan yang
tidak menggunakan kon-trasepsi hormonal. Secara statistik, terdapat hubungan
antara waktu terakhir menggunakan kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker
payudara (Awaliyah, et.al,
2017).
2. Tumor
jinak pada payudara
Tumor payudara merupakan benjolan di payudara.
Timbulnya benjolan pada payudara dapat merupakan indikasi adanya jenis
tumor/kanker payudara. Namun, untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan
patologis (Boyle P dan Levin B, 2008). Peningkatan risiko untuk terkena kanker
payudara pada wanita dengan riwayat tumor jinak berhubungan dengan adanya
proses proliferasi yang berlebihan (Indrati, 2005).
Meskipun ilmu pengetahuan semakin canggih akan
tetapi hingga saat ini belum diketahui secara pasti faktor penyebab utama
penyakit tumor/kanker payudara, diperkirakan multifaktorial (Lacey, James V, et.al,
2009). Dari beberapa studi diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
tumor/kanker payudara antara lain umur tua (aging), perempuan 100 kali lebih
berisiko dibandingkan dengan laki-laki, adanya faktor genetik seperti riwayat
keluarga menderita tumor/kanker payudara terutama ibu dan saudara perempuan,
riwayat menstruasi dini, usia makin tua saat menopause, hamil pertama di usia
tua, menggunakan kontrasepsi hormonal, obesitas dan asupan rendah serat, tinggi
lemak khususnya lemak jenuh (Carey K, et.al, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Marice Sihombing (2014) diketahui bahwa umur, menggunakan pil kontrasepsi dan
menopause merupakan faktor risiko tumor payudara. Hingga kini penyebab utama
tumor/kanker payudara belum diketahui secara pasti, diduga banyak faktor
seperti faktor genetik, lingkungan, gaya hidup (pola konsumsi tinggi lemak,
kurang serat) dan hormonal yaitu kadar hormon estrogen dalam tubuh yang tinggi.
Hasil akhir analisis multivariat
memperlihatkan bahwa responden pengguna pil kontrasepsi berisiko 3,63 kali
lebih besar terkena tumor payudara dibandingkan dengan yang bukan pengguna pil
kontrasepsi sejalan dengan temuan penelitian Hunter dkk yang menyatakan bahwa
pengguna kontrasepsi oral memiliki risiko relatif (RR) = 3,05 (95%CI 2,00 -
4,66) lebih besar untuk terjadinya kanker payudara (Sihombing, et.al,
2014). Namun penelitian yang dilakukan oleh Sirait dkk (2009) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara penggunaan pil kontrasepsi dengan
tumor/kanker payudara ( p-value = 0,117).
3. Kurang
aktivitas fisik
Dengan aktivitas fisik atau berolahraga yang
cukup akan dapat dicapai keseimbangan antara kalori yang masuk dan kalori yang
keluar. Aktivitas fisik / berolahraga yang cukup akan mengurangi risiko kanker
payudara tetapi tidak ada mekanisme secara biologik. Olahraga dihubungkan
dengan rendahnya lemak tubuh dan rendahnya semua kadar hormon yang berpengaruh
terhadap kanker payudara dan akan dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh
(Yulianti iin et.al, 2016).
Wanita yang melakukan olahraga pada waktu yang
lama akan menurunkan risiko kanker payudara sebesar 37%. Studi prospektif pada
wanita umur 30 - 55 tahun yang diikuti selama 16 tahun dilaporkan mereka yang
berolahraga sedang dan keras ≥ 7 jam/minggu memiliki risiko yang lebih rendah
terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang berolahraga hanya 1
jam/minggu (Indrati, 2005). Hasil analisa statistik menunjukan seorang yang
memiliki kebiasaan berolahraga < 4 jam perminggu mempumyai resiko 1,222 lebih
besar pada 95% CI: 0,508 - 2,943 dengan nilai p-value = 0,032 (Yulianti
iin et.al, 2016).
4. Pola
Konsumsi makanan berlemak
Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah
susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang
pada waktu tertentu (Eva fitria ningsih, 2014). Makanan yang masuk dapat
memberikan efek resiko negatif atau positif terhadap perkembangan sel-sel
kanker. Klasifikasi pola makan secara umum dapat digolongkan sebagai berikut :
1) pola makan yang baik yaitu pola makan yang bersumber dari sayuran, buah,
ikan, ayam, susu rendah lemak dan sumber serat penuh; 2) pola makan yang tidak
baik adalah makanan dengan sumber seperti daging merah, makanan atau daging
yang diolah, gula fermentasi, kentang, makanan manis dan makanan yang tinggi
lemak dan juga kebiasaan minum seperti alkohol dan sejenisnya (Ruiz dan
Hernandez, 2013). Senyawa heterosiklik amin yang dihasilkan selama proses
pemasakan, aflatoxin, senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon, N-nitosamin dan
alkohol berperan sebagai mutagen ditambah lagi dengan tingginya konsumsi kalori
dan lemak dapat meningkatkan resiko kanker (Sutandyo, 2010).
Pola makan merupakan salah satu faktor
terbesar dalam perkembangan etiologi kanker (Anand et al, 2008). Adanya
hubungan langsung antara pola makan tidak sehat dan gaya hidup dengan
peningkatan tumor dan risiko kanker. Untuk alasan ini, status gizi yang baik
berdasarkan diet seimbang merupakan salah satu faktor pencegahan utama dari
penyakit tersebut (E.Fitriyaningsih, 2014). Penelitian analitik observasional
dengan jenis desain kasus kontrol yang dilakukan Eva Fitriyaningsih menunjukan
adanya hubungan konsumsi sumber hewani yang diawetkan dengan kejadian kanker
payudara P-value (0,001) sedangkan pola makan sumber hewani segar, cara
mengolah, pola makan minyak/lemak dan pola makan buah dan sayur tidak
berhubungan dengan kejadian kanker payudara ( p > 0.05).
5. Riwayat
kanker payudara pada keluarga
Wanita dengan yang memiliki riwayat kanker
payudara pada keluarga memiliki risiko lebih besar untuk terkena kanker
payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat kanker payudara
pada keluarga. Gen BRCA yang terdapat dalam DNA berperan untuk mengontrol
pertumbuhan sel agar berjalan normal. Dalam kondisi tertentu gen BRCA tersebut
dapat mengalami mutasi menjadi BRCA1 dan BRCA2,sehingga fungsi sebagai
pengontrol pertumbuhan hilang dan memberi kemungkinan pertumbuhan sel menjadi
tak terkontrol atau timbul kanker. Seorang wanita yang memiliki gen mutasi
warisan (termasuk BRCA1 dan BRCA2) meningkatkan risiko kanker payudara secara
signifikan dan telah dilaporkan 5-10% kasus dari seluruh kanker payudara. Pada
kebanyakan wanita pembawa gen turunan BRCA1 dan BRCA2 secara normal, fungsi gen
BRCA membantu mencegah kanker payudara dengan mengontrol pertumbuhan sel. Namun
hal ini tak berlangsung lama karena kemampuan mengontrol dari gen tersebut
sangat terbatas (A.Lanfranchi, 2007).
Mereka yang secara
garis keturunan ada yang pernah terkena kanker payudara dan penyakit bisanya
menurun mengikuti garis ibu.Mempunyai ibu, saudara perempuan
atau putri (keluarga tingkat pertama) yang menderita kanker payudara akan
mengalami risiko dua kali lipat terkena kanker payudara. Sedangkan pada
keluarga tingkat kedua bisa meningkatkan risiko kanker payudara sebesar lima
kali lipat. Secara keseluruhan 20%- 30% wanita menderita kanker payudara
mempunyai anggota keluarga yang menderita penyakit ini. Ini berarti sekitar
70%-80% wanita menderita kanker payudara tidak mempunyai riwayat
darikeluarganya(Winda.M, 2018).
Dimana berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Surbakti dari 82 sampel ibu yang mengalami
kanker payudara terdapat 56,1% disebabkan oleh faktor keturunan dan berada pada
usia berisiko lebih dari 40 tahun (Surbakti.E, 2013). Terdapat pengaruh yang signifikan antara riwayat kanker
payudara pada keluarga terhadap kejadian kanker payudara dengan nilai OR 9,056
(95%CI3,586 - 22,871) artinya wanita yang memiliki riwayat kanker payudara pada
keluarga berisiko 9,056 kali (Maulinasari,
et. al, 2018).
Hasil penelitian menunjukan bahwa
pada kelompok kasus dari 96 reponden perempuan yang terkena kanker payudara
hanya 31 responden yang menunjukan adanya riwayat keluarga yang terkena kanker
payudara sedangkan pada kelompok kontrol dari 96 responden perempuan yang tidak
menderita kanker payudara terdapat 41 responden yang mempunyai riwayat keluarga
terkena kanker payudara dengan nilai p-value= 0,1. Hal ini menunjukan
bahwa tidak ada hubungan antara riwayat keluarga yang menderita kanker payudara
dengan kanker payudara (Setiowati, et. al, 2016). Resiko
kanker payudara menjadi lebih tinggi pada wanita yang memiliki ikatan darah
dengan keluarga yaitu sekitar 20-30%. Penelitian Laamiri (2015) faktor riwayat
keluarga sangat memengaruhi 2–3 kali lipat peningkatan kejadian kankerpayudara.
Hasil analisis statistik menunjukkan seseorang
yang memiliki riwayat keluarga pada payudara mempunyai risiko 2,778 lebih besar
untuk terkena kanker payudara dan hasilnya bermakna secara statistik pada 95%
CI: 1,123 – 6,868 dengan nilai p = 0,025 (memenuhi aspek strength dari asosiasi kausal) (I.Yulianty & Sutiningsih,
2016).
6. Lama
menyusui
Menyusui mengurangi risiko kanker payudara, karena
menghasilkan beberapa siklus menstruasi tanpa puncak estrogen sebelum ovulasi
dan melewatkan periode menstruasi. Karena itu, seorang wanita terpapar dengan
lebih sedikit estrogen dan memiliki risiko kanker payudara yang menurun.
Menyusui juga membuat jaringan payudara matang menjadi lobulus tipe 4 yang
mengurangi risiko kanker. Menyusui diketahui mengurangi risiko kanker payudara
secara proporsional dengan total durasi menyusui semua bayi. Menyusui juga akan
mengurangi risiko kanker payudara. Menyusui sepenuhnya menghasilkan payudara
dan sering menghasilkan siklus anovulasi atau terlewatkan. (A. Lanfranchi,
2007).
Segera
setelah proses melahirkan kadar hormon estrogen dan hormon progesteron yang
tinggi selama masa kehamilan akan menurun dengan tajam. Kadar hormon estrogen
dan hormon progesteron akan tetap rendah selama masa menyusui. Kadar hormon
estrogen dan hormon progesteron dalam darah selama menyusui akan mengurangi
pengaruh hormon tersebut terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan
payudara (Tjindarbumi,2004).
Terdapat
hubungan dose-response antara lama menyusui dengan kanker payudara, signifikan
berdasar uji X2 linier for trends.
Dari hasil penelitian riwayat menyusui beresiko memiliki nilai Odds Ratio
sebesar 2,118 atau > dari 1 yang artinya wanita yang tidak pernah menyusui
memiliki resiko 2,118 kali lebih tinggi untuk mengalami kanker payudara
dibandingkan wanita yang penah menyusui (Pritayin cici, at.al, 2013).
Riwayat pemberian asi < 1 tahun ada riwayat keturunan terjadinya kanker
payudara dan wanita dengan riwayat pemberian asi > 1 tahun tidak ada riwayat
keturunan terkena kanker payudara sebanyak 25 responden dari 36 responden
(Surbakti, 2013).
7. Riwayat
kegemukan
Obesitas/kelebihan berat badan yang dapat
mengakibatkan seseorang menderita berbagai macam penyakit seperti penyakit
jantung, sindroma X, Diabetes, kanker, arthiritis, masalah pernafasan, penyulit
pada masalah reproduksi, gangguan psikis dan sosial serta masalah kesehatan
lainnya (Soegih, et.al, 2009). Antara obesitas dan kanker payudara yang
berati ada hubungan antara obesitas dan kanker payudara.
Faktor risiko wanita yang mengalami obesitas atau
kelebihan berat badan memiliki kadar insulin darah yang lebih tinggi. Tingkat
insulin yang lebih tinggi juga telah dikaitkan dengan beberapa jenis kanker,
termasuk kanker payudara. Akan tetapi, kaitan antara berat badan dan risiko kanker
payudara sangat kompleks. Sebagai contoh, wanita yang obesitas saat dewasa,
risiko kanker payudara meningkat. Namun, jika kelebihan berat badan sudah
dialami sejak kecil, risikonya cenderung menurun. Para ahli masih belum dapat
menyimpulkan apa yang menyebabkan perbedaan tersebut (Savitri, 2015).
Hasil
uji statistik Chi-Square didapatkan ρ-value = 0,003 yang berarti ada
hubungan antara obesitas dengan kanker payudara pada wanita di Poliklinik Bedah
RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2016 dengan nilai OR sebesar 6,75 (95% CI:
1,82-25,03) yang berarti bahwa wanita yang obesitas memiliki risiko 6,75 kali
lebih besar terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak
obesitas (Melda.Y, 2016).
Berdasarkan
hasil uji penelitian didapatkan hasil uji chi-square p = 0,003 (p <
0,005) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima (Chotimah, 2014). Hasil
penelitian menunjukan presentase penderita kanker payudara terbanyak mayoritas
pada berat badan obesitas yaitu sebanyak 35 responden (56,5%) dan presentase
penderita kanker payudara terendah minoritas pada berat badan kurus yaitu
sebanyak 7 responden (11,3%) dari 62 responden (Jubaidah, 2017).
Perhitungan
indeks massa tubuh (IMT)dilakukan dengan memasukan data berat badan dalam
satuan kilogram, dibagi dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat. Berat
badan responden didasarkan atas persepsi dan perkiraandariresponden dan data
dari rekam medik, bukan berdasarkan hasil pengukuran. Berikut ini adalah rumus
perhitungan IMT.
Klasifikasi IMT yang
dipakai pada penelitian ini berdasarkan klasifikasiIMT dari Depkes RI,yaitu :
Tabel 2.2
Klasifikasi IMT
Klasifikasi
|
Indeks Massa Tubuh
(Kg/M²)
|
Kurus
|
IMT < 18,5
|
Normal
|
IMT ≥ 18,5 - <
24.9
|
Berat Badan Berlebih
|
IMT ≥ 25,0 - < 27
|
Obesitas
|
IMT ≥ 27,0
|
Sumber : Kemenkes, 2013
8. Umur
menstruasi pertama
Semakin dini mendapat menarche maka semakin
meningkat kemungkinan terserang kanker payudara. Sehubungan bertambah baiknya
gizi dan pengaruh lingkungan, semakin muda usia anak mendapat menstruasi
pertama. Jika menarche terjadi di atas usia 13 tahun, risiko kanker turun
dengan 35% dibanding anak perempuan yangmenarche di usia 12 tahun ke bawah.
Umur menstruasi yang lebih awal berhubungan dengan lamanya paparan hormon
estrogen dan progesteron pada wanita yang berpengaruh terhadap proses
proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara (Vernet.J,2016).Menache awal
akan menyebabkan banyaknya jumlah siklus haid dan penutupan estrogen yang
berulang-ulang mempunyai efek rangsangan terhadap epitel mammae sehingga
meningkatkan kemungkinan abnormalitas jaringan payudara (Almutlaq, et.al,
2017)
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara usia menarche dengan kejadian kejadian ca
mammae di RSUD Dr. Achmad Mochtar dengan nilai pvalue = 0,014 dan OR = 3,083
artinya responden dengan kategori usia menarche berisiko 3,083 kali untuk
terkena ca mammae dibandingkan responden dengan kategori tidak berisiko
(S.Neila, et.at, 2018).
9. Perokok
pasif
Penyelidikan epidemiologis menemukan bahwa
kemungkinan merokok pasif untuk kanker payudara jauh lebih besar daripada
risiko angka kejadian riwayat merokok aktif. Asap rokok dapat meningkatkan
risiko kanker payudara karena asap rokok mengandung bahan kimia dalam
konsentrasi tinggi yang dapat menyebabkan kanker payudara. Bahan kimia dalam
asap tembakau mencapai jaringan payudara dan ditemukan dalam ASI. Asap rokok
juga dapat memiliki efek yang berbeda terhadap risiko kanker payudara pada
perokok dan mereka yang hanya terpapar asap rokok (I. Maria, et.al,
2017).
American Cancer Society (2011) menyebutkan bahwa
perokok pasif dikenal dengan nama second-hand smoke atau Environmental Tobacco
Smoke (ETS). Perokok pasif disebut demikian karena menghisapcampuran dari dua
bentuk asap yaitu asap dari pembakaran tembakau (asap yang ber-asal dari ujung
rokok yang menyala, dari pipa, atau dari cerutu) dan asap utama (asap yang
dihembuskan oleh perokok). Meskipun sering dianggap sama, tetapi sesungguhnya
kedua asap ini berbeda. Asap dari pembakaran tembakau memiliki konsentrasi
karsinogen lebih tinggi daripada asap utama. Selain itu, asap dari pembakaran
tembakau memiliki partikel yang lebih kecil daripada asap utama sehingga mudah
untuk masuk ke dalam sel-sel tubuh. Asap utama mengandung lebih dari 4.000
senyawa kimia, lebih dari 60 yang diketahui atau diduga dapat menyebabkan
kanker.
Perilaku merokok pada penelitian ini adalah
kebiasaan atau perilaku responden maupun suami atau anggota keluarga yang
serumah menghisap rokok secara aktif sebelum responden didiagnosa menderita
penyakit. Perilaku merokok keluarga responden yang setiap hari merokok dapat mem-berikan
efek terhadap peningkatan risiko kanker payudara karena asap rokok mengandung
bahan kimia dalam konsentrasi tinggi yang dapat menye-babkan kanker payudara.
Bahan kimia dalam asap tembakau dapat mencapai jaringan payudara. Asap rokok
juga dapat memerikan efek yang berbeda terhadap risiko kanker payudara pada
perokok dan mereka yang hanya terpapar asap rokok (Savitri, 2015). Asap
rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup olehperokok pasif, lima
kali lebih banyak mengandung karbonmonoksida, empat kali lebih banyak
mengandung tar dan nikotin (Sapphire, 2009).
Selain menghisap asap rokok,
menghirup asap rokok juga merupakan suatu hal yang berbahaya. Dari hasil
analisa data, ditemukan bahwa beberapa kendala dalam melakukan pola hidup,
seperti kesulitan dalam menghindari asap rokok. Hal ini diketahui dari 50%
partisipan mengatakan bahwa keluarga tetap saja merokok meskipun sudah
mengetahui bahwa anggota keluarga yang lain sedang sakit. Kurangnyakesadaran
dan kebiasaan keluarga, menjadikan alasan keluarga sehingga tetap saja merokok
meskipun mengetahui bahwa hal tersebut tidak baik (R.Yanti, 2015).
Perokok aktif adalah orang yang
merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi
kesehatan diri sendiri maupun linkungan sekitar (Bustan, 2007).
Menurut WHO (2015), tipe perokok dibagi 3 yaitu:
a.
Perokok ringan merokok 1-10 batang
per hari
b.
Perokok sedang merokok 11-20 batang
per hari
c.
Perokok berat merokok lebih dari 20
batang per hari
Jenis
penelitian observasional analitik dengan rancangan case control study,
pengumpulan data menggunakan kuesioner, uji statistik bivariat menggunakan odds
ratio dengan α = 0,05 menyatakan bahwa merokok atau memiliki suami atau anggota
keluarga yang serumah dan menghisap rokok secara aktif lebih banyak ditemukan
pada kelompok kasus (68,5%) dibandingkan pada kelompok kontrol (52,1%) dengan
nilai OR=2,002 (CI 95%:1,020 - 3,930) dengan p = 0,063. Secara statistik
bermakna antara merokok dengan kejadian kanker payudara. Dengan kata lain
merokok merupakan faktor risiko terhadap kejadian kanker payudara (I. Maria, et.al
2017). Sedangkan penelitian Indrati (2005) menyatakan wanita dengan status
perokok pasif berpeluang 2,36 kali terkena kanker payudara dibandingkan dengan
wanita yang berstatus perokok aktif.
10. Riwayat
kanker payudara dan kanker ovarium
Riwayat
kanker payudara pada responden meningkatkan risiko dengan perkiraan OR = 5,2 (p
= 0,048) dan riwayat kanker ovarium sebelumnya dengan perkiraan OR = 12,16 (p =
0,028) berdasar uji Fisher’s Exact Test (Indrati, 2005). Wanita dengan riwayat kanker payudara
sebelumnya kemungkinan besar akan mendapatkan kanker payudara pada sisi yang
lain, hal ini terjadi karena payudara merupakan organ berpasangan yang dilihat
dari suatu sistem dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama. Wanita yang
memiliki riwayat pernah menderita kanker ovarium kemungkinan akan terkena
kanker payudara. Wanita dengan kanker payudara menunjukkan hiperplasi korteks
ovarium. Terdapat hubungan positif antara kanker payudara dan kanker ovarium,
keduanya dianggap terjadi akibat adanya ketidakseimbangan hormon estrogen.
Peningkatan risiko terkena kanker payudara pada wanita yang pernah menderita
kanker ovarium diduga berhubungan dengan pengaruh peningkatan hormon estrogen,
dan wanita yang menderita atau pernah menderita kelainan proliferatif memiliki
peningkatan risiko untuk mengalami kanker payudara (Dupont William.D, 2004).
Variabel bebas yang berdasarkan analisis bivariat berpengaruh terhadap kejadian
kanker payudara adalah umur menstruasi < 12 tahun (OR = 3,6 ; 95% CI : 1,08
– 12,04),perokok pasif (OR = 2,23 ; 95% CI : 1,08 – 5,19), riwayat kanker
ovarium pada keluarga (OR = 5,33 ; 95% CI : 1,64 – 17,32) dan adanya riwayat
kegemukan (OR = 2,38 ;95% CI : 1,08 – 5,25) (Indrati, 2005).
H.
TERAPI
NON FARMAKOLOGI KANKER PAYUDARA
· Operasi/Pembedahan/Mastektomi
Dilakukan
untuk menghilangkan tumor primer. Operasi diindikasikan pada kanker payudara
stadium dini (stadium I dan II), kanker payudara stadium lanjut lokal dengan
persyaratan tertentu, keganasan jaringan lunak pada payudara. Terapi kanker
payudara banyak menggunakan operasi, hampir 92% dari total terapi yang
digunakan. Terapi menggunakan operasi dapat dikombinasikan dengan terapi lain, seperti
terapi radiasi, terapi hormon, khemoterapi. Terapi operasi merupakan
penatalaksanaan lokal pada kanker payudara. Operasi yang akan digunakan
tergantung pada stadium kanker, ukuran tumor, ukuran payudara, dan keterlibatan
nodus limfe (American Cancer Society, 2007).
Terapi
operasi pada kanker payudara meliputi:
1.
Lumpektomi
Lumpektomi
adalah pengambilan benjolan dan sedikit jaringan normal payudara yang
mengelilingi benjolan tersebut. Lumpektomi dilakukan apabila daerah atau
jaringan yang terkena kanker kecil/sedikit. Lumpectomy biasanya diikuti dengan
terapi radiasi. Terapi radiasi dapat dilakukan ke seluruh area payudara atau
hanya pada bagian tertentu payudara (Lindley, 2005).
Kelebihan
Lumpectomy yaitu payudara dapat dipertahankan, sedangkan kekurangannya yaitu
kemungkinan besar dilanjutkan dengan terapi radiasi. Beberapa wanita tidak
diperbolehkan memilih lumpectomy karena kondisi berikut:
Ø Pernah
menjalani terapi radiasi payudara
Ø Mempunyai
2 atau lebih lokasi kanker pada payudara yg sama. Pernah menjalani initial
lumpectomy dengan re-ekscisi belum sempurna menghilangkan kanker
Ø Mempunyai
penyakit yang sensitif terhadap terapi radiasi, contoh skleroderma, lupus
sistemik, dermatitis.
Ø Wanita
hamil karena terapi radiasi beresiko terhadap janin
Ø Mempunyai
kanker > 5 cm (2 inches)
Ø Mempunyai
kanker yang relatif besar bila dibandingkan ukuran payudara
Ø Mempunyai
risiko tinggi timbul kanker lagi.
Operasi ini ditujukan untuk kanker payudara stadium
I dan II. Pada beberapa kasus, stadium lanjut juga bisa memilih lumpectomy
tetapi harus dilakukan kemoterapi sebelum operasi untuk mengurangi ukuran tumor
dan mencegah kesepatan kanker bermetastase (Medline Plus, 2006).
2.
Mastektomi Total atau Sederhana
Mastektomi
Total atau Sederhana adalah pengambilan keseluruhan payudara termasuk puting
susu, beberapa dari nodus limfe di bawah ketiak seringkali diambil pada
prosedur ini untuk dilakukan biopsi. Kadang-kadang operasi dilakukan untuk
kedua payudara (double mastectomy) yang dilakukan sebagai upaya preventif untuk
wanita dengan risiko tinggi kanker payudara. Operasi pembentukkan payudara
setelah total mastectomy jauh lebih mudah dibandingkan modified radical dan
radical mastectomy. Pasca operasi ini jarang menimbulkan pembengkakkan
(Beliefnet, 2006).
3.
Mastektomi Radikal
Mastektomi
radikal adalah pengambilan keseluruhan payudara, nodus limfe aksila, dan otot
pektoral (dinding dada) di bawah payudara. Operasi ini pernah menjadi operasi
yang sering digunakan karena anggapan bahwa mengambil otot di bawah payudara
dapat mencegah metastasis kanker. Setelah diteliti ternyata radical mastectomy
tidak meningkatkan prognosis dan tidak perlu dilakukan operasi ini jika kanker
ditemukan lebih dini (early stage). Juga karena efek samping yang ditimbulkan
dan bisa memilih modified radical mastectomy yang sama efektifnya dengan
radical mastectomy, sehingga radical mastectomy saat ini jarang digunakan
(Bland, 2006).
Efek
samping yang bisa terjadi antara lain :
Ø Terkadang
lengan tidak dapat digerakkan
Ø Bekas
operasi meninggalkan jurang pada dada (bekas operasi), sehingga sulit dilakukan
operasi pembentukan payudara.
Ø infeksi
pada luka
Ø Hematoma
(pendarahan pad lokasi yang dioperasi)
Ø Seroma
(lokasi yang dioperasi mengeluarkan cairan bening)
Ø lymphedema
4.
Mastektomi Radikal Termodifikasi:
melibatkan pengambilan keseluruhan payudara dan beberapa nodus limfe aksila,
tetapi otot pektoral masih dipertahankan. Operasi ini paling banyak dilakukan
untuk wanita dengan kanker payudara yang keseluruhan payudaranya harus dibuang.
· Radiasi
Terapi
radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar atau partikel berenergi tinggi.
Terapi dengan menggunakan radiasi/ penyinaran digunakan untuk membunuh sel-sel
kanker di tempat pengangkatan tumor dan daerah sekitarnya, termasuk kelenjar
getah bening (kelenjar limfe) regional yang tidak dapat direseksi pada kanker
lanjut; pada metastasis tulang, metastasis kelenjar limfe aksila. Ini dilakukan
pada pasien yang telah menjalani operasi untuk tumor yang terlokalisasi pada
suatu area. Radiasi memberikan efek samping berupa peradangan otot, kelelahan,
kulit menjadi gatal, kering, dan kemerahan. Efek samping radiasi yang jarang
terjadi adalah cacat paru-paru, lymphoedema, kerusakan hati, sarkoma (kanker
jenis lainnya).
Terapi
radiasi disebut juga radioterapi merupakan salah satu cara penanganan kanker
payudara yang memiliki ketepatan target dan keefektifan yang tinggi dalam
menghancurkan sel kanker yang tidak terangkat setelah operasi. Radiasi dapat
mengurangi risiko timbulnya kanker kembali hingga 50–66 %. Terapi radiasi ini
relatif mudah untuk ditoleransi oleh tubuh dan kemungkinan munculnya efek
samping terbatas pada daerah yang terkena radiasi saja. Sinar radiasi yang
berenergi tinggi diarahkan ke daerah payudara yang terkena kanker. Radiasi ini
kemungkinan dapat ikut merusak sel atau jaringan yang terlewati oleh sinar.
Meskipun demikian, efek radiasi terhadap sel kanker lebih buruk daripada sel
normal karena sel kanker lebih sensitif terhadap radiasi daripada sel normal.
Pertahanan sel kanker lemah karena aktivitas sel kanker difokuskan pada
pertumbuhan dan pembuatan sel kanker baru. Selain itu pengaturan di dalam sel
kanker tidak sebaik sel normal sehingga lebih sulit bagi sel kanker untuk
memperbaiki kerusakan sel yang timbul akibat radiasi. Dengan demikian sel kanker
mudah hancur sementara sel normal yang sehat dapat memperbaiki kerusakan akibat
radiasi dan tetap bertahan.
· Pola
hidup yang sehat
Ø Mengkonsumsi
sayuran dan buah-buahan terutama yang mengandung vitamin C
Ø Menghindari
rokok dan alkohol
Ø Berolah
raga secara teratur.
Ø Mengurangi
lemak.
Ø Mengkonsumsi
suplemen antioksidan.
Ø Makan
lebih banyak serat.
Ø Makan
lebih banyak tahu dan makanan yang mengandung kedelai.
Ø Mengurangi
terlalu banyak makanan gorengan dan juga yang mengandung protein dan lemak
tinggi serta jeroan.
Ø Membatasi
makanan yang diolah dengan suhu tinggi dan lama atau dengan pengolahan tertentu
yang dapat menimbulkan prokarsinogen seperti makanan yang diasinkan, diasap,
dibakar, dipanggang sampai keluar arang (gosong) . Yang terbaik adalah makanan
yang direbus.
Ø Hati-hati
dengan penggunaaan pemanis buatan, pewarna makanan serta zat pengawet yang
berlebihan. Makanan terbaik adalah makanan segar.
I.
Terapi Farmakologi
1. Kemoterapi
Kemoterapi lebih disukai dari
terapi endokrin untuk wanita dengan tumor reseptor hormon negatif, keterlibatan
paru-paru, hati, atau sumsum tulang yang progresif, atau kegagalan dalam terapi
endokrin.
a.
Pilihan penanganan bergantung pada
individual. Agen yang sebelumnya digunakan sebagai terapi adjuvan dapat diulang
kecuali kanker muncul kembali dalam 1 tahun. Agen tunggal dihubungkan dengan
angka respon yang lebih rendah daripada terapi kombinasi namun waktu untuk
berkembang dari KK adalah mirip. Agen tunggal ditoleransi dengan baik, suatu
pertimbangan penting dalam pengaturan paliatif metastasis.
b.
Regimen kombinasi menghasilkan respon
objektif pada kira-kira 60% pasien yang sebelumnya tidak terpapar kemoterapi,
namun respon lengkap muncul pada kurang dari 10% pasien. Durasi tengah respon
adalah 5 hingga 12 bulan; keselamatan tengah adalah 14 hingga 33 bulan.
c.
Antrasiklin
dan taksan menghasilkan angka respon
50% hingga 60% ketika digunakan sebagai terapi lini pertama pada KPM. Agen
tunggal kapesitabin, vinorelbin atau gemcilabin memiliki angka respon 20%
hingga 25% ketika digunakan setelah antrasiklin dan taksan.
d.
Iksabepilon
adalah suatu agen penstabil mikrotubul, digunakan untuk monoterapi atau
kombinasi dengan kapesitabin pada pasien KSM yang sebelumnya telah menerima
antrasiklin atau taksan. Angka respond an waktu untuk progresi meningkat dengan
terapi kombinasi dibandingkan dengan kapesitabin saja.
e.
Efek samping termasuk mielosuppresi,
neuropati peripheral dan mialgia atau antralgia.
Tabel 1. Regimen Kemoterapi Umum Untuk
Kanker Payudara
Regimen Kemoterapi
Adjuvan
|
|
AC
Doksorubisin 60 mg/m2 i.v hari 1
Siklofosfamid 600 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 4 siklus
|
AC à Paklitasel
Doksorubisin 60 mg/m2 i.v hari 1
Siklofosfamid 600 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 4 siklus
Diikuti dengan :
Paklitaksel 175 mg/m2 selama 3 jam
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 4 siklus
|
FAC
Fluorourasil 500 mg mg/m2 i.v hari
1 dan 4
Doksorubisin 50 mg/m2 i.v kontinu
selama 72 jam
Siklofosdamid 500 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 6 siklus.
CAF
Siklofosfamid 600 mg/m2 i.v hari 1
Doksorubisin 60 mg/m2 bolus i.v
hari 1
Fluorourasil 600 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21-28 hari untuk 6 siklus
|
TAC
Dosetaksel 75 mg/m2 i.v hari 1
Doksorubisin 50 mg/m2 bolus i.v
hari 1
(doksorubisin sebaiknya diberikan sebagai
yang pertama)
Ulangi siklus tiap 21-28 hari untuk 6 siklus (harus diberikan dengan
pendukung factor pertumbuhan)
Paklitaksel à FAC
Paklitaksel 80 mg/m2 i.v tiap
minggu selama 1 jam tiap minggu untuk 12 minggu
Diikuti dengan :
Fluorourasil 500 mg/m2 i.v hari 1
dan 4
Doksorubisin 50 mg/m2 infus i.v
kontinu selama 72 jam
Siklofosfamid 500 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21-28 hari untuk 4 siklus
|
FEC
Fluorourasil 500 mg/m2 i.v hari 1
Epirubisin 100 mg/m2 bolus i.v
hari 1
Siklofosfamid 500 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 6 siklus
|
CMF
Siklofosfamid 500 mg/m2 per hari
secara oral. Hari 1-14
Metotreksat 40 mg/m2 i.v hari 1
dan 8
Fluorourasil 600 mg/m2 i.v hari 1
dan 8
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 6 siklus
Atau
Siklofosfamid 600 mg/m2 i.v hari 1
Metotreksat 40 mg/m2 i.v hari 1
Fluorourasil 600 mg/m2 i.v hari 1
dan 8
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 6 siklus
|
CEF
Siklofosfamid 75 mg/m2 secara oral
tiap hari, pada hari 1-14
Epirubisin 60 mg/m2 i.v hari 1 dan
8
Fluorourasil 600 mg/m2 i.v hari 1
dan 8
Ulangi siklus tiap 21 hari untuk 6 siklus (membutuhkan antibiotic
profilaktik atau pendukung factor pertumbuhan)
|
Dosis pada AC à Paklitaksol
Doksorubisin 60 mg/m2 bolusi.v
hari 1
Siklofosfamid 600 mg/m2 i.v hari 1
Ulangi siklus tiap 14 hari untuk 4 siklus (harus diberikan dengan
pendukung faktor pertumbuhan)
Diikuti dengan :
Paklitaksel 175 mg/m2 i.v selama 4
siklus (harus diberikan dengan pendukung faktor pertumbuhan)
|
Kemoterapi Metastatik
Agen Tunggal
|
|
Paktisel
Paklitaksel 175 mg/m2 i.v lebih
dari 3 jam, Ulangi siklus tiap 21 hari
Atau
Paklitaksel 80 mg/m2 i.v tiap
minggu selama 1 jam
Ulangi dosis tiap 7 hari
|
Vinorelbin
Vinorelbin 30 mg/m2, hari 1 dan 8
Ulangi siklus tiap 21 hari
Atau
Vinorelbin 20-30 mg/m2 i.v, tiap
minggu
Ulangi siklus tiap 7 hari (sesuaikan dosis berdasarkan hitungan
neutrophil, lihat informasi produk)
|
Doksetasel
Doksetasel 60-100 mg/m2
Ulangi siklus tiap 21 hari
Atau
Doksetasel 30-35 mg/m2 tiap minggu
i.v diatas 3 menit
Ulangi dosis tiap 7 hari
|
Gemsitabin
Gemsitabin 600-100 mg/m2 tiap minggu i.v hari 1,8 dan 15
Ulangi siklus tiap 28 hari (mungkin
membutuhkan untuk menunda dosis hari 15 berdasar hitungan darah)
|
Kapesitabin
Kapesitabin 2000-2500 mg/m2 per
hari secara oral, dibagu menjadi dua kali per hari selama 14 hari
Ulangi siklus tiap 21 hari
|
Doksorubisin liposomal
Doksorubisin liposomal 30-50 mg/m2 i.v
diatas 90 menit
Ulangi Siklus tiap 28 hari
|
Regimen Kombinasi
Kemoterapi Metastase
|
|
Doksetasel + Kapesitabin
Doksetasel 75 mg/m2 i.v diatas 1
jam, hari 1
Kapesitabin 2000-2500 mg/m2 per hari secara oral dibagi menjadi dua kali
sehari selama 14 hari
Ulangi siklus tiap 21 hari
|
Paklitasel + Gemsitabin
Paklitaksel 175 mg/m2 i.v lebih
dari 3 jam, hari 1
Gemsitabin 1250 mg/m2 i.v hari 1
dan 8
Ulangi
siklus tiap 21 hari
|
2. Terapi
Hormonal
·
Terapi
hormonal merupakan penanganan pilihan untuk pasien yang memiliki metastase
reseptor hormone positif pada jaringan lembut, tulang, pleura, atau jika
asimptomatik. Dibandingkan kemoterapi, terapi endokrin memiliki probabilitas
respon yang sebanding dan profil keamanan yang lebih baik.
·
Pilihan terapi endokrin didasarkan
utamanya pada toksisitas dan pilihan pasien tapi hasil studi telah mengarah ke
perubahan dalam penanganan KPM.
·
Inhibitor aromatase mengurangi sirkulasi
dan target organ estrogen melalui blockade pengubahan peripheral dari suatu
precursor androgenic, sumber utama estrogen pada perempuan postmenopause. Agen
yang lebih baru lebih selektif dan ditoleransi lebih baiak daripada prototype, aminoglutetimid, anastrozol, letrozol,
dan exemestan disetujui sebagai
terapi lini kedua karena mampu memperbaiki ketahanan hidup (survival) dan tolerabilitas dibandingkan
dengan progestin. Sebagai terapi lini pertama, anastrozol dan letrozol
meningkatkan waktu untuk berkembang dan ditoleransi lebih baik dibandingkan
tamoksifen.
·
Tamoksifen
adalah pilihan antiestrogen pada perempuan premenopause yang tumornya positif
reseptor hormon, kecuali jika metastase muncul dalam 1 tahun dari penggunaan
tamoksifen adjuvan. Efek bermanfaat maksimal tidak muncul selama setidaknya 2
bulan. Sebagai tambahan terhadap efek samping yang dideskripsikan untuk terapi
adjuvan, tumor flare atau hiperkalsemia muncul pada kira-kira 5% dari pasien
dengan KPM.
·
Toremifen
memiliki efikasi dan tolerabilitas yang mirip dengan tamoksifen dan merupakan
alternatif terhadap tamoksifen pada pasien postmenopause.
·
Fulvestran
merupakan agen intramuscular lini kedua dengan efikasi dan keamanan yang mirip
ketika dibandingkan dengan anastrozol pada pasien yang mengalami kemajuan
dengan pemakaian tamoksifen.
·
Penghilangan ovary (ooforektomi)
dianggap oleh beberapa orang sebagai terapi endokrin pilihan pada perempuan
premenopause dan menghasilkan angka respon keseluruhan yang mirip dengan
tamoksifen. Penghilangan testikel medis dengan analog LHRH, goserelin,
leuprolide, atau triptorelin merupakan alternatif reversibel dari operasi.
·
Progestin
umumnya disimpan untuk terapi lini ketiga. Obat ini menyebabkan kenaikan berat
badan, retensi cairan dan tromboembolik.
Tabel
2. Terapi Endokrin Digunakan untuk Kanker Payudara Metastatik
Kelas
|
Obat
|
Dosis
|
Efek samping
|
Inhibitor aromatase non steroidal
|
Anastrozol
|
1 mg per hari secara
oral
|
Hot flushes,artral-gia, mialgia,
sakit kepala, diare, mual sedang
|
Letrozol
|
2,5 mg per hari
secara oral
|
||
Steroidal
|
Eksemestan
|
25 mg per hari secara
oral
|
|
Antiestrogen SERMs
|
Tamoksifen
|
20 mg per hari secara
oral
|
Hot flushes, pengeluaran
vaginal, mual sedang, tromboembolisme, kanker endometrial
|
Toremifen
|
60 mg per hari secara
oral
|
||
SERDs
|
Fulvestran
|
250 mg i.m. tiap 28
hari
|
Hot flushes, reaksi tempat injeksi, kemungkinan
tromboembolisme
|
LHRH analog
|
Goserelin
|
3,6 mg s.k. tiap 28
hari
|
Hot flushes, amenorea, gejala menopause, reaksi
tempat injeksi. (formula yang diperluas tidak direkomendasikan untuk
penanganan kanker payudara)
|
Leuprolid
|
3,75 mg i.m tiap 28
hari
|
||
Triptorelin
|
3,75 mg i.m tiap 28
hari
|
||
Progestin
|
Megestrol asetat
|
40 mg 4 kali sehari
secara oral
|
Penambahan berat badan, hot flushes, edema,
tromboembolisme
|
Modroksiprogesteron
|
400-1.000 mg i.m tiap
minggu
|
||
Androgen
|
Fluoksimesteron
|
10 mg dua kali sehari
secara oral
|
Suara memberat, alopsia, hirsutisme, jerawat
fasial/pada badan, retensi cairan, ketidakteraturan menstrual, jaundice,
kolestatik
|
Estrogen
|
Dietilstilbestrol
|
5 mg tiga kali per
hari secara oral
|
Mual muntah, retensi
cairan, anoreksia, tromboembolisme, disfungsi hati
|
Etinil estradiol
|
1 mg tiga kali sehari
secara oral
|
||
Estrogen terkonjugasi
|
2,5 mg tiga kali
sehari secara oral
|
3. Terapi Biologi
a.
Trastuzumab, suatu antibody monoclonal
yang berikatan dengan HER2, menghasilkan tingkat respon 15-20% ketika digunakan
sebagai agen tunggal dan meningkatkan angka respon serta waktu progresi ketika
dikombinasikan dengan kemoterapi. Telah dipelajari pada kombinasi dublet
(taksan-trastuzumab; vinorelbin-trastuzumab) dan triplet
(trastuzumab-taksan-platinum) tapi regimen optimum tidak diketahui.
b.
Trastuzumab ditoleransi dengan baik
namun beresiko toksik terhadap jantung sebesar 5% dengan agen tunggal transtuzumab
dan sangat tinggi dengan antrasiklin.
c.
Lapatinib merupakan inhibitor tirosin
kinase yang menargetkan HER2 dan reseptor factor pertumbuhan epidermal,
memperbaiki tingkat respond dan waktu progresi dengan penggunaan kombinasi
bersama kapesitabin. Efek samping yang paling umum adalah ruam dan diare.
2.8.3 Algoritma Terapi
1. Kanker Payudara Awal
|
Kanker Payudara Awal (Stadium 0,1,2)
|
|
Masektomi
|
|
Terapi Hormonal (Tamoksifen) / Kemoterapi / Terapi
Biologi
|
|
Lumpektomi
|
|
Radiasi
|
|
Terapi Hormonal (Tamoksifen) / Kemoterapi / Terapi
Biologi
|
2.
Kanker
Payudara yang Berkembang Secara Lokal
Kanker Payudara yang Berkembang Secara Lokal
(Stadium 3)
Masektomi
Kemoterapi (Sebelum/sesudah pembedahan)
Terapi Hormonal (Tamoksifen)/ Terapi Biologi
Lumpektomi
Kemoterapi (Sebelum/sesudah pembedahan)
Radiasi
Terapi Hormonal (Tamoksifen)/ Terapi Biologi
|
Kanker Payudara yang Berkembang Secara Lokal
(Stadium 3)
|
|
Masektomi
|
|
Kemoterapi (Sebelum/sesudah pembedahan)
|
|
Terapi Hormonal (Tamoksifen)/ Terapi Biologi
|
|
Lumpektomi
|
|
Kemoterapi (Sebelum/sesudah pembedahan)
|
|
Radiasi
|
|
Terapi Hormonal (Tamoksifen)/ Terapi Biologi
|
3.
Kanker
Payudara Stadium Lanjut
Kanker Payudara Stadium Lanjut/metastasis (Stadium
4)
Terapi Hormonal + Kemoterapi dengan/tanpa Terapi
Biologi
Radiasi
|
Kanker Payudara Stadium Lanjut/metastasis (Stadium
4)
|
|
Terapi Hormonal + Kemoterapi dengan/tanpa Terapi
Biologi
|
|
Radiasi
|
3.
Interaksi
Obat-Obat kanker Payudara
1. SIKLOFOSFAMID
· Kloramfenikol,
waktu paruh Siklofosfamid dapat meningkat dan konsentrasi metabolit dapat
menurun.
· Antikoagulan,
efek antikoagulan menurun.
2. KAPESITABIN
· Warfarin,
perubahan parameter koagulasi atau perdarahan.
· Antasida,
AUC dan Cmax meningkat sebesar 16 % dan 35 % untuk kapesitaben, dan
18 % dan 22 % secara berurutan untuk metabolitnya.
3. TAMOKSIFEN
· Aminoglutetimid,
mengurangi konsentrasi plasma tamoksifen dan N-desmetil tamoksifen.
· Bromokriptin,
meningkatkan kadar serum tamoksifen dan N-desmetil tamoksifen.
· Agen
sitostatik, risiko kejadian tromboembolitik meningkat dengan pemberian secara bersamaan.
· Rifamicin,
konsentrasi plasma tamoksifen menurun.
· Antikoagulan,
efek hipoprottrombinemik dapat meningkat dengan pemberian bersama tamoksifen.
Pantau waktu protrombin secara hati-hati
· Medroksiprogesteron,
mengurangi konsentrasi plasma N-desmetil tamoksifen .
· Letrozol,
mengurangi konsentrasi plasma letrozol sebesar 37 % ketika kedua obat diberi
bersama-sama.
4. AMINOGLUTETIMID
· Antikoagulan,
efek antikoagulan dapat menurun.
· Medroksiksiprogesteron,
kadar medroksiprogesteron dapat menurun.
· Teofilin,
kerja teofilin dapat menurun.
5. EPIRUBISIN
· Simetidin,
meningkatkan AUC epirubisin sebanyak 50 %. Oleh karena itu hentikan pemberian
simetidin selama menggunakan epirubisin.
· Senayawa
kardioaktif, penggunaan bersama senyawa kardioaktif yang dapat menyebabkan
gagal jantung (seperti pemblok kanal kalsium) membutuhkan pengawasan fungsi
jantung yang ketat selama penanganan.
6. DOKSORUBISIN
· Fenitoin,
kadar fenitoin dapat menurun karena doksorubisin
· Radiasi,
toksisitas terhadap miokardium, mukosa, hati dan kulit yang diinduksi radiasi
meningkat dengan pemberian doksorubisin.
4.
Terminologi Medik
a.
Mamografi : pencitraan menggunakan sinar-X pada
jaringan payudara yang dikompresi
b.
USG (Ultrasonography) : pencitraan menggunakan
gelombang suara
c.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) : pencitraan
menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio
d.
Biopsi : pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan
laboratorium
e.
Karsinoma in situ : sel kanker yang belum menyebar
(non-invasif)
f.
Kemoterapi: pengobatan dengan obat kimia yang
bertujuan untuk mematikan sel kanker. Sebagai sebuah metode pengobatan dan
metodenya yang bermacam-macam (oral, intravena, intraperitoneal, dll), obat
kemoterapi akan beredar melalui pembukuh darah ke seluruh jaringan tubuh.
g.
Kemoterapi adjuvant: kemoterapi yang biasanya
diberikan sesudah pengobatan lain seperti pembedahan atau radiasi.
h.
Metastasis : perpindahan penyakit dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh lain
i.
Kemoterapi neoadjuvan : kemoterapi yang diberikan
sebelum operasi untuk mengecilkan ukuran kanker sehingga cukup kecil untuk
dioperasi
5. Studi
Kasus
Berikut Contoh kasus :
Nn. iva berumur 21 tahun awalnya
mengeluh ada benjolan dibawah ketiak dan juga ada benjolan di payudara sebelah
kanan. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata benjolan di payudara sudah
sebesar lebih dari 5 cm. Hasil diagnosanya adalah breast cancer stadium III.
1. Pertanyaan
: bagaimana tatalaksana terapi kasus ini? Selesaikan dengan metode SOAP!
2. Informasi
apa yang perlu diberikan mengenai penggunaan obatnya?
3. Bagaimana
monitoring terhadap keberhasilan terapi ?
Penyelesaian Kasus :
1.
Dengan
Metode SOAP
Subjektive
Nama : Nn. Iva
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Keluhan : breast cancer stadium III
Objektive
Pemeriksaan fisik :
terdapat benjolan di bawah ketiak dan di payudara
Riwayat pengobatan : -
Pemeriksaan
laboratorium :-
Assessment
Perlu obat : ada
Pasien mendapat terapi
yang tidak perlu : tidak ada
Salah obat : tidak ada
Dosis terlalu rendah :
tidak ada
Pasien mengalami ROTD :
tidak ada
Dosis terlalu tinggi :
tidak ada
Pasien tidak patuh :
tidak ada
Plan
:
Terapi
farmakologi
1. Terapi
Neoajuvan
Paklitaksel
Dosis 135-175 mg/ m²/24 jam infus
2. Pembedahan
Dilakukan pembedahan lumpectomy
3. Terapi
Radiasi
Untuk menghilangkan sisa sel sel
kanker setelah pembedahan
4. Antiemetik
Ondansetron
Indikasi : mual muntah, pasca kemoterapi, paska radioterapi & sebelum
dan sesudah operasi.
Dosis: 16 mg diberi satujam sebelum
pemberian anastesi
8mg 1-2 jam sebelum radioterapi
24mg 30 menit sebelum terapi
5. Sistemik
ajuvan
Doksorubisin
-
Dosis : 10-30 mg/ m² sekali seminggu
-
Indikasi: pengobatan karsinoma payudara
Tamoksifen
-
Indikasi : pengobatan valiatif kanker
payudara
-
Kontra indikasi : wanita hamil
-
Dosis
: 20mg/hari
Terapi non farmakologi
Istirahat
yang cukup, konsumsi buah dan sayuran yang cukup
Lakukan
pemeriksaan payudara sendiri setiap bulan
Hindari
penggunaan BH yang terlalu lama dan ketat
Hindari
makanan yang berlemak
KIE
( komunikasi, informasi dan edukasi)
Informasikan
kepada pasien atau keluarga pasien tentang cara penggunaan obat
Memberitahu
pasien agar menghindari makanan seperti daging merah, nangka, durian softdrink,
ikan asin.
Memberitahu
efek samping dariterapi yang dijalani, yaitu mual muntah
Monitoring
Memantau
kepatuhan pasien dalam menjalani terapi
Mengontrol
perubahan kondisi pasien setelah mendapatkan terapi
Memantau
kepatuhan pasien dalam menjalani terapi non farmakologi
Kesimpulan
Pada kasus di atas dapat disimpulkan Nn. Iva mengidap
penyakit kanker stadium 3 , dan dari kelompok kami memberikan obat Paklitaksel
sebagai terapi neoadjuvan, pembedahan untuk mengangkat sel kanker, radiasi
untuk menghindari mikrometastase sel, anti emetic untuk mengatasi mual muntah
serta Tamoksifen untuk mengurangi resiko kekambuhan .
DAFTAR PUSTAKA
Almutlaq,
B. A., Almuazzi, R. F., Almuhayfir, A. A., Alfouzan, A. M., Alshammari, B. T.,
AlAnzi, H. S., & Ahmed, H. G, (2017). Breast cancer in Saudi Arabia and
its possible risk factors. Journal
of Cancer Policy, Vol.12,
Hal:83–89 https://doi.org/10.1016/J.JCPO.2017.03.004
diakses 15 maret 2019.
American Cancer
Society. 2007. Surgery for Breast Cancer. Available online at:
http://www.cancer.org/docroot/CRI/content/CRI.
American
Cancer Society. (2011). The Impact of Eliminating Socioeconomic and Racial
Disparities on Premature Cancer Deaths. cancer Statistik 61: 213–35.
Anand, P.,
Kunnumakara, A. B., Sundaram, C., Harikumar, K. B., Tharakan, S. T., Lai, O. S.,Aggarwal, B. B. (2008).
Cancer is a preventable disease that requires major lifestyle changes. Pharmaceutical Research, Vol.25(No: 9):
Hal. 2097–2116. https://doi.org/10.1007/s11095-008-9661-9 diakses 14 maret 2019
Ardiana., Negara, W.H.
dan Sutisna, M. 2013. Analisis Faktor Risiko Reproduksi yang Berhubungan dengan
Kejadian Kanker Payudara pada Wanita. Medan. 1 (2) 106-111.
Awaliyah, N.,
Pradjatmo, H., & Kusnanto, H. (2017). Penggunaan kontrasepsi hormonal
dan kejadian kanker payudara di rumah sakit Dr . Sardjito.BKM Journal of Community Medicine and Public
Health, Vol.33(N0.10), Hal:487–494. Retrieved
fromhttps://jurnal.ugm.ac.id/bkm/article/view/22812 diakses 16 maret 2019.
Beliefnet. 2006.
Surgical Procedures for Breast Cancer. Available online at: ttp://www.beliefnet.com/healthandhealing/getcontent.aspx?.
Bland, Kirby I, et al.
2006. The Breast in Schwartz Manual
Surgery, 8th edition. F. Charles Brunicardi (Editor). New York : McGRAW
HILL Medical Publishing Division. page 357-363.
Breast
Cancer/ indonesia. 2017. smarpatien : Hospital
Authority.
Bustan, M.N.
(2007). Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular. Jakarta : Rineka Cipta.
Chotimah,
Khusnul. (2014). Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Kanker Payudara Di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2010-2013. Skripsi Penelitian:
Hal:1–63.
Desiani
Nani. (2009). Hubungan Umur Awal Menopause Dan Status Penggunaan Kontrasepsi
Hormonal Dengan Kejadian Kanker Payudara. The Soedirman Journal of Nursing
Vol.4(No.3): Hal 102–6.
Dupont, W.D., et al, (2004). Risk Factor, for Breast Cancer in Women with Proliferative Breast
Disease. No. 23, Hal : 469 – 478.
Depkes
RI. (2015). Situasi Penyakit Kanker. Pusat Data Dan Informasi Departemen
Kesehatan RI sem 2: Hal : 1–6.
Fitriyaningsih,
E. (2014). Hubungan Pola Makan Dengan Resiko Kanker Payudara (Studi Kasus pada Rumah Sakit dan Klinik Onkologi di Banda Aceh).
Onkologi Kanker Payudara, Vol.62(No.11), Hal: 36–42. https://doi.org/10.7498/aps.62.118701 diakses 14
maret 2019
Globocan.
(2013). Latest World Cancer Statistics Global Cancer Burden Rises to 14.1 Million New Cases in 2012 : Marked
Incr. (December): 2012–14.
Handayani, S,
(2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga
Berencana. Yogyakarta: Pustaka
Rihama.
Haslinda. (2013). Faktor
Risiko Kejadian Kanker Payudara di RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin
Makassar,Vol. 2(No.1), Hal:1–7.
Hartanto, H,
(2004). Keluarga berencana dan
kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
Heffner, L. J,
dan Schust, D.J. 2005. Sistem reproduksi.
Jakarta: Erlangga.
Indrati,
Rini. (2005). Faktor faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Kanker
Payudara Wanita. Jurnal Epidemiologi: Hal:1–8. http://eprints.undip.ac.id/5248/1/Rini_Indarti.pdf. diakses Juli
2018.
Jubaidah. (2017). Gambaran
Berat Badan Penderita Kanker Payudara Di Rumah Sakit Umum Derah Kota Yogyakarta
Tahun 2015. Karya Tulis Ilmiah, 01, Hal: 1–7. Retrieved from http://www.albayan.ae diakses 15 Maret 2019.
Lacey, J. V., Kreimer,
A. R., Buys, S. S., Marcus, P. M., Chang, S. C., Leitzmann, M. F.,Hartge, P.
(2009). Breast cancer epidemiology according to recognized breast cancer
risk factors in the prostate, lung, colorectal and ovarian (PLCO) cancer
screening trial cohort. BMC Cancer,
Vol.9, Hal:1–8. https://doi.org/10.1186/1471-2407-9-84 diakses 14 maret 2019
Lindley,Celeste and
Laura Boehnke Michau. 2005. Breast Cancer
in Pharmacotherapy, A Patophysiology Approach, 6th edition. Joseph T.
DiPiro (Editor). page 2340-2342.
Luwia,
M. 2003. Problematika dan keperawatan payudara. Jakarta: Kawan Pustaka.
Maria, I. L., Sainal,
A. A., & Nyorong, M. (2017). Risiko Gaya Hidup terhadap Kejadian Kanker
Payudara pada Wanita.Media
Kesehatan Masyarakat Indonesia Universitas Hasanuddin, Vol.13(No.2), Hal:157–166.
MedlinePlus. 2006.
Medical Encyclopedia, Lumpectomy. Available online at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/17030.htm
Priyatin,
C, Ulfiana E, Sumarni, S. (2013). Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Kanker Payudara Di RSUP DR. Kariadi Semarang. Jurnal Kebidanan
2(5): 9–19.
Ramli, M. (2015). Update
Breast Cancer Management Diagnostic and Treatment. Majalah Kedokteran Andalas, Vol.38(No.1), Hal:40
Ruiz, B. R., and Hernández, P.S., (2013). Diet and cancer Risk factors and
epidemiological evidene. Science Direct (No,77): Hal:202–208
Sandra, Y.,
(2011). Melatonin dan Kanker Payudara. Majalah Kesehatan Pharma Medika,Vol.3,No.2:
Hal:286-291.
Sapphire,
(2009). Bahaya Perokok Pasif. http:
//www.Send.garp.com.diakses juli 2018
Savitri, (2015). Kupas Tuntas Kanker
Payudara, Leher Rahim dan Rahim, Pustaka Baru
: Yogyakarta
Setiowati, D. A. I.,
Taningo, E. H., & Soebijanto, R. I. (2016). Hubungan antara Pemakaian KB
Hormonal. Indonesian Journal of
Cancer, 10(5), 11–17.
Sihombing,
Marice, Aprildah Nur Sapardin, Badan Penelitian, dan Kementerian Kesehatan RI.
(2014). Faktor Risiko Tumor Payudara Pada Perempuan Umur25-65 Tahun Di Lima
Kelurahan Kecamatan Bogor Tengah. Jurnal Epidemiologi.
Sirait,
A. M., Oemiati, R., Indrawati, L., Penelitian, P., Biomedis, D. P., Farmasi, D., Payudara, K. (2009). Hubungan
Kontrasepsi Pil dengan Tumor/Kanker Payudara di Indonesia. Artikel Penelitian Majalah Kedokteran
Indonesia, Vol.59(No.8), Hal:348–356.
Sukandar, E, Y., Andrajati,
R., Sigit, J., Adnyana, K., Setiadi, A, P., dan Kusnandar. 2011. ISO
Farmakoterapi 2. Jakarta Barat : Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia.
Sulistio,
E., et al. (2010). Penerapan Regresi Logistik Multinomial Pada
Pemilihan Alat Kontrasepsi Wanita. Media Statistika, Vol. 3, No. 1.
Sutandyo,
N. (2010). Nutritional Carcinogenesis. Department of Internal Medicine,
Faculty of Medicine, University of Indonesia - Cipto Mangunkusumo Hospital -
Dharmais Cancer Hospital, 42(1),
36–42. https://doi.org/10.1111/j.1749-6632.1977.tb19334.x diakses 14
maret 2019.
Vernet,
J. R. (2016). Fiestas cívicas en larevolución liberal: entusiasmoy popularidad del régimen. Historia Social, Vol.1(No.86), Hal:71–90.
Winda,
M., (2018). Pengaruh Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Dan Riwayat Keluarga Terhadap Kejadian Kanker Payudara Di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2017. Jurnal
Medika Respati,Vol.13.No.2
Yanti,
Melda. (2016). Faktor Risiko Kanker Payudara Pada Wanita Di Poliklinik Bedah
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016. Skipsi Universitas Andalas: 59.
Yulianti,
I., S, H. S., & Sutiningsih, D. (2016). Faktor-Faktor Resiko Kanker
Payudara (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Ken Saras Semarang). Kesehatan Masyarakat (e-Journal),
Vol.4 (No:4), Hal : 401–409. Retrieved from http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm%0A diakses 15
Maret 2019.
Zahra
Laamiri, F., Bouayad, A., Hasswane, N., Ahid, S., Mrabet, M., Amina, B., &
Laamiri, F. Z. (2008). Risk Factors for Breast Cancer of Different Age
Groups: Moroccan Data? Open Journal
of Obstetrics and Gynecology, 5(5), 79–87. https://doi.org/10.4236/ojog.2015.52011 diakses
januari 2019.
januari 2019.
380459a3fc79d12c6b5cbd68bb001890641061c4e5eaa12c36
Numpang promo ya Admin^^
ReplyDeleteajoqq^^com
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajopk.club....^_~
segera di add Whatshapp : +855969190856